Senin, 07 Januari 2013

trauma pada mata dan telinga


PENDAHULUAN
Berdasarkan data CDC tahun 2000 sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami gangguan penglihatan akibat trauma. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan sekitar 50.000 menderita cedera serius yang mengancam penglihatan setiap tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000 pekerja di amerika Serikat menerima pengobatan medis karena trauma mata pada saat bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi setiap tahunnya.1,2
Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata 4 kali lebih besar. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi  bervariasi trauma asam:basa antara 1:1 sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimiawi dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun

Banyak hal yang bisa menyebabkan perforasi membran timpani. Misalnya infeksi dan trauma.
Pada anak-anak perforasi ini sangat berkaitan dengan infeksi yang terjadi, seperti infeksi yang diawali dari saluran nafas, seperti batuk dan pilek. Kuman yang ada di hidung bisa sampai ke telinga kita melalui saluran eustachius. Jadilah ketika anak pilek dan batuk yanglama atau pengobatan yang inadekuat, maka akan timbul pula infeksi pada telinga, yang kita sebut sebagai otitis media, yang berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik, istilah awamnya congekan. Lama kelamaan, bakteri yang menginfeksi akan menyebabkan robeknya membran timpani selain juga karena adanya perbedaan tekanan karena udara tidak mampu keluar dari  saluran eustachius yang meradang. Penderita biasanya akan demam pada kondisi infeksi ini, nyeri telinga yang hebat.
Selain infeksi, trauma juga pada telinga tengah juga menyebabkan pecahnya gendang telinga. Yang paling sering akibat cutton bud alias pembersih telinga. Sering kita terlalu asik membersihkan telinga hingga kedalaman yang akhirnya akan merobek gendang telinga. Atau juga pada korban bom. Telinga kita punta batasan desibel untuk suara. Kita hanya mampu menerima suara di bawah 80 desibel, di atas 80 itu sudah termasuk kebisingan. Dan gendang telinga bisa pecah pada desibel di atas 120. Hati-hati ya bagi kalian yang sering ke diskotik. Kebisingan diskotik itu mencapai 100-110 desibel. Lama kelamaan akan mempengaruhi pendengaran anda.





BAB 2
PEMBAHASAN
TRAUMA PADA MATA
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
Macam-macam bentuk trauma:
  • Fisik atau Mekanik
    1. Trauma Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
    2. Trauma Tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan pertukangan.
    3. Trauma Peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan trauma tajam, terkadang peluru masih tertinggal didalam bola mata. Misalnya peluru senapan angin, dan peluru karet.
  • Khemis
    1. Trauma Khemis basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem (perekat).
    2. cuka, bahan asam-asam dilaboratorium, gas airmata.
  • Fisis
    1. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
    2. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi.
Gejala
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya trauma.
  • Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya benda asing didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.
  • Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
  • Trauma Khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma khemis basa. Mata nampak merah, bengkak, keluar airmata berlebihan dan penderita nampak sangat kesakitan, tetapi trauma basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata/ kornea secara perlahan-lahan.

Penanganan
Penderita secepatnya harus dikirim ke RS yang ada dokter spesialis mata. Sebaiknya jangan lebih dari 6 jam setelah terjadi trauma untuk menghindari terjadinya infeksi.
  • Trauma tumpul cukup dibebat dengan plester, jika ada beri salep mata antibiotik
  • Trauma tajam dengan perlukaan dimata jangan memberi pengobatan dalam bentuk apapun. Sebaiknya mata dibebat dengan plester. Pada umumnya perlu dilakukan operasi segera dengan pembiusan umum maka penderita langsung dipuasakan.
  • Trauma Khemis baik asam maupun basa sebaiknya secepatnya diguyur dengan air mengalir sebanyak-banyaknya kemudian diberi salep mata dan dibebat dengan plester secepatnya dikirm ke RS yang ada dokter spesialis mata.
Pemeriksaan PenunjanG
1.    Tes ketajaman penglihatan
2.    Pemeriksaan tekanan intra okuler
3.    Pemeriksaan darah
        Pemeriksaan CT Scan dan USG

 













TRAUMA PADA TELI NGA

a.  PengertianTrauma
merupakan cedera pada telinga luar misalnya akibat pukulantumpul, atau akibat suatu kecelakaan, bisa menyebabkan memar diantarakartilago dan perikondrium.

A. Macam-Macam Trauma

 TRAUMA TELINGA BAGIAN LUAR
1)      Laserasia

Merupakan luka pendarahan yang disebabkan oleh mengorek-ngorek telinga. 
Gambaran klinisLaserasi pada dinding kanalis dapat menyebabkan perdarahan sementara.
 PengobatanTidak memerlukan pengobatan selain hentikan perdarahan, bila perlu pergi ke dokter untuk memastikan tidak ada perforasi membran timpani.Laserasi hebat pada aurikula harus diexplorasi untuk mengetahui apakah adakerusakan tulang rawan. 

2)      Frostbitea
Sengatan pada suhu yang dingin pada aurikula timbul dengan cepat padalingkungan bersuhu rendah dengan angin dingin yang kuat. Gambaran klinisSengatan pada suhu yang dingin pada aurikula timbul dengan cepat padalingkungan bersuhu rendah dengan angin dingin yang kuat. Sehinggamengalami Vasokontriksi hebat pembuluh darah telinga bagian luar yang diikuti priode dilatasi yang berlangsung lebih lama.
Pengobatan/penatalaksanaan
• Pemanasan yang cepat 100-108 F/ tidak > 37 C
.• Berikan analgesik 
• Jika menimbulkan infeksi yang nyata secara klinis, berikan antibiotic.

3)      Hematomaa
Gumpalan darah yang diakibatkan oleh luka dalam yang sering terjadi pada petinju dan pegulat. Gambaran klinisJika terjadi penimbunan darah di daerah yang cedera tersebut, maka akanterjadi perubahan bentuk telinga luar dan tampak massa berwarna ungukemerahan.Darah yang tertimbun ini (hematoma) bisa menyebabkan terputusnyaaliran darah ke kartilago sehingga terjadi perubahan bentuk telinga.Kelainan bentuk ini disebut telinga bunga kol, yang sering ditemukan pada pegulat dan petinju. PenatalaksanaanUntuk membuang hematoma, biasanya digunakan alat penghisap dan penghisapan dilakukan sampai hematoma betul-betul sudah tidak ada lagi(biasanya selama 3-7 hari). Dengan pengobatan, kulit dan perikondrium
akan kembali ke posisi normal sehingga darah bisa kembali mencapaikartilago. Jika terjadi robekan pada telinga, maka dilakukan penjahitan dan pembidaian pada kartilagonya. Pukulan yang kuat pada rahang bisamenyebabkan patah tulang di sekitar saluran telinga dan merubah bentuk saluran telinga dan seringkali terjadi penyempitan. Perbaikan bentuk bisadilakukan melalui pembedahan



TRAUMA TELINGA BAGIAN TENGAH
Trauma pada telinga tengah biasanya disertai dengansakit telinga dan kadang-kadang juga disertai dengan pendarahan dari telinga, gangguan pendengaran, dankelemahan wajah ipsilateral. Bentuk lengkung EAC, denganisthmus sempit, membantu untuk melindungi TM dari cederalangsung.Fungsi laindari tuba eustachius juga membantu untuk mencegah pecahnya TM dari perubahan tekanan berlebih. Ketika mekanisme pelindung gagal, ataukekuatan ekstrem terjadi pada telinga atau kepala, perforasi traumatis dari TM dapat terjadi, biasanya terjadi di bagian tengah. Sebuah perforasi traumatik TM dapat disebabkan oleh traumalangsung ke TM oleh FB, ledakan, tekanan perubahan dari udara atau air, atau akibat dari traumakepala dengan atau tanpa fraktur tulang temporal.
Mayoritas perforasi TM traumatis akan dapat sembuh secara spontan. Jika tidak ada bukt iinfeksi, penggunaan topikal antibiotik tidak diperlukan. Resep obat tetes telinga mengandunggentamisin selama lebih dari lima sampai tujuh hari dapat mengakibatkan ototoxicity dan harusdihindari. Terapi konservatif untuk mencegah infeksi sekunder biasanya diperlukan.Tympanoplasty jarang diperlukan, kecuali bila perforasi terus-menerus terjadi. Ketika lukamisalnya terjadi perforasi TM sangat sulit untuk disembuhkan.
Trauma membran tympani adalah kelainan pada mebran timpani yang disebabkan olehtrauma langsung maupun tidak langsung. Biasanya muncul gejala tinius, gangguan pendengaran,vertigo, dan dapat terjadi infeksi. Penangannya yaitu Pada keadaan akut, dilakukan pencegahanterjadinya infeksi sekunder dengan menutup liang telinga yang trauma dengan kasa steril. Biasanya perforasi akan sembuh secara spontan.Operasi emergensi dilakukan pada trauma tembus dengangangguan pendengaran sensorineural dan vertigo, dengan kecurigaan fraktur dan impaksi kakistapes ke vertbuler atau fistua perilimpa. Jika perforasi menetap setelah 4 bulan, dan terdapatgangguan pendengaran konduktif >20 dB, merupakan indikasi timpanoplast. Lakukan  pemeriksaan Audiometri atau CT scan bila diduga ada benda asing atau rusaknya rangkaian tulang pendengaran


TRAUMA TELINGA BAGIAN DALAM
Organ yang sangat sensitif di dalam telinga adalah organ pendengaran (koklea) dankeseimbangan (Reseptor otolithic dan kanal berbentuk setengah lingkaran) yang terletak dalam bagian dari tulang temporal, dikelilingi oleh tulang padat dikenal sebagai kapsul otic. Meskipun perlindungan yang baik dari tulang dalam tubuh manusia, unsur-unsur telinga dalam yang rapuh,rentan terhadap trauma kepala baik longitudinal atau transversal yang menyebabkan fraktur.Seorang pasien dengan riwayat trauma kepala, menunjukkan pendarahan dari telinga, mengalamigangguan pendengaran konduktif, dan kelainan bentuk membran timpani yang diperiksa denganmenggunakan otoscopy (Gambar 8), merupakan gejala dari fraktur longitudinal. Cedera kepala berat, biasanya setelah pukulan ke tengkuk, dapat mengakibatkan fraktur melintang di labirintulang. Gambaran klinis dari fraktur melintang meliputi kerusakan saraf sensorik yangmengakibatkan gangguan pendengaran dan vertigo yang parah. Computed tomography (CT) scantulang temporal adalah alat yang bermanfaat untuk mendiagnosis.








Penatalaksanaan Kedaruratan trauma telinga
1.Pasien diistirahatkan duduk atau berbaring
2.Atasi keadaan kritis ( tranfusi, oksigen, dan sebagainya )
3.Bersihkan luka dari kotoran dan dilakukan debridement,lalu hentikan perdarahan
4.Pasang tampon steril yang dibasahi antiseptik atau salep antibiotic
5.Periksa tanda-tanda vital,
6.Pemeriksaan otoskopi secara steril dan dengan penerangan yang baik, bila mungkin dengan bantuan mikroskop bedah atau loup untuk mengetahui lokasi lesi.
7.Pemeriksaan radiology bila ada tanda fraktur tulang temporal. Bila mungkin langsung  dengan pemeriksaan CT scan



































ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA MATA
1.       PENGKAJIAN
Aktivitas dan istirahat
Perubahan dalam pola aktivitas sehari-hari/ hobi di karenakan adanya penurunan daya/ kemampuan penglihatan.
Makan dan minum
Mungkin juga terjadi mual dan muntah kibat dari peningkatan tekanan intraokuler.
Neurosensori
Adanya distorsi penglihatan, silau bila terkena cahaya, kesulitan dalam melakukan adaptasi (dari terang ke gelap/ memfokuskan penglihatan).
Pandangan kabur, halo, penggunaan kacamata tidak membantu penglihatan.
Peningkatan pengeluaran air mata.
Nyeri dan kenyamanan
Rasa tidak nyaman pada mata, kelelahan mata.
Tiba-toba dan nyeri yang menetap di sekitar mata, nyeri kepala.
Keamanan
Penyakit mata, trauma, diabetes, tumor, kesulitan/ penglihatan menurun.
Pemeriksaan penunjang
Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma.

2. DIAGNOSA, INTERVENSI, RASIONALISASI
No.
DIAGNOSA
TUJUAN
INTERVENSI
RASIONALISASI
1.
Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan intraokular.
Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : Klien akan :
  • Melaporkan penurunan nyeri progresif dan penghilangan nyeri setelah intervensi.
  • Klien tidak gelisah.
  • Lakukan tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan non farmakologi, seperti berikut
  1. Posisi : Tinggikan bagian kepala tempat tidur, berubah-ubah antara berbaring pada punggung dan pada sisi yang tidak sakit.
  2. Distraksi
  3. Latihan relaksasi
  • Bantu klien dalam mengidentifikasi tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
  • Berikan dukungan tindakan penghilangan nyeri dengan analgesik yang diresepkan.
  • Beritahu dokter jika nyeri tidak hilang setelah 1/2 jam pemberian obat, jika nyeri  bertambah.
  • Tindakan penghilangan nyeri yang non invasif dan nonfarmakologi memungkinkan klien untuk memperoleh rasa kontrol terhadap nyeri.
  • Klien kebanyakan mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang nyerinya dan tindakan penghilangan nyeri yang efektif.
  • Untuk beberapa klien terapi farmakologi diperlukan untuk memberikan penghilangan nyeri yang efektif.
  • Tanda ini menunjukkan peningkatan tekanan intraokular atau komplikasi lain.
2.
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap interupsi permukaan tubuh.
Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : Klien akan :
  • Menunjukkan penyembuhan tanpa gejala infeksi.
  • Nilai Labotratorium : SDP  normal, kultur negatif.
  • Tingkatkan penyembuhan luka :
  1. Berikan dorongan untuk mengikuti diet yang seimbang dan asupan cairan yang adekuat.
  2. Instruksikan klien untuk tetap menutup mata sampai diberitahukan untuk dilepas.
  • Gunakan tehnik aseptik untuk meneteskan tetes mata :
Cuci tangan sebelum memulai.
  1. Pegang alat penetes agak jauh dari mata.
  2. Ketika meneteskan, hindari kontak antara mata, tetesan dan alat penetes.
  3. Ajarkan tehnik ini kepada klien dan anggota keluarganya.
  • Beritahu dokter tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.
  • Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian antibiotika dan steroid..
  • Nutrisi dan hidrasi yang optimal meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang meningkatkan penyembuhan luka pembedahan. Memakai pelindung mata meningkatkan penyembuhan dengan menurunkan kekuatan iritasi.
  • Tehnik aseptik meminimalkan masuknya mikroorganisme dan mengurangi risiko infeksi.
  • Drainase abnormal memerlukan evaluasi medis dan kemungkinan memulai penanganan farmakologi.
  • Mengurangi reaksi radang, dengan steroid  dan menghalangi hidupnya bakteri, dengan antibiotika.
3.
Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi – pasien akan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
  • Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
  • Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya.
  • Observasi tanda – tanda dan gejala-gejala disorientasi: pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dari anestasia.
  • Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dan menyentuh sering, dorong orang tedekat tinggal dengan pasien.
  • Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata dimanan dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.

4.
Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasab informasi.
Tujuan:
Pasien dan keluarga memiliki pengetahuan yang memadai tentang perawatan.
  • Jelaskan kembali tentang keadaan pasien, rencana perawatan dan prosedur tindakan yang akan di lakukan.
  • Jelaskan pada pasien agar tidak menggunakan obat tets mata secara senbarangan.
  • Anjurkan pada pasien gara tidak membaca terlebih dahulu, “mengedan”, “buang ingus”, bersin atau merokok.
  • Anjurkan pada pasien untuk tidur dengan meunggunakan punggung, mengtur cahaya lampu tidur.
  • Observasi kemampuan pasien dalam melakukan tindakan sesuai dengan anjuran petugas.






















ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA TELINGA

A.     Anatomi dan Fisiologi Telinga
1.              Anatomi Telinga
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut.
1.      Telinga Luar, terdiri dari :
a.       Pinna/Aurikel/Daun Telinga
Pinna merupakan gabungan tulang rawan yang diliputi kulit, melekat pada Sisi kepala. Pinna membantu mengumpulkan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus.
b.      Liang Telinga/Kanalis Autikus Externus (KAE)
Memiliki tulang rawan pada bagian lateral dan bertulang pada bagian medial, seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang rawan ini. Terdapat di KAE adalah sendi temporoman-dibular, yang dapat kita rasakan dengan ujung jari pada KAE ketika membuka dan menutup mulut.
c.       Kanalis Auditorius Exsternus
Panjangnya sekitar 2,5 cm, kulit pada kanalis mengandung kelenjar glandula seruminosa yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut juga serumen. Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan kulit. Kanalis Auditorius Eksternus akan berakhir pada membran timpani.
2.      Telinga Tengah, terdiri dari :
a.       Membran Timpani/Gendang Telinga membatasi telinga luar dan tengah.
Merupakan suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncak-nya umbo mengarah ke medial. Membrane timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis, lapisan fibrosa, tempat melekatnya tangkai malleus dan lapisan mukosa di bagian dalamnya.
b.      Kavum Timpani
Dimana terdapat rongga di dalam tulang temporal dan ditemu-kan 3 buah tulang pendengaran yang meliputi :
1)      Malleus, bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga.
2)      Inkus, menghubungkan maleus dan stapes.
3)      Stapes, melekat pda jendela oval di pintu masuk telinga dalam.
c.       Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian bawah samping kavum timpani, antrum dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan dari lapisan mukosa kavum timpani, rongga ini berhubungan dengan beberapa rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang terdapat dibelakang bawah antrum di dalam tulang temporalis.
d.      Tuba Auditiva Eustakhius
Dimana terdapat saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan miring kebawah agak ke depan dilapisi oleh lapisan mukosa. Tuba Eustakhius adalah saluran kecil yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga.
3.      Telinga Dalam, terdiri dari :
telinga dalam terdapat jauh didalam bagian petrous tulang temporal, didalamnya terdapat organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis) dan saraf cranial VII (nervus fasialis) dan nervus VIII (nervus kokleovestibularis).
2.      Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh pinna dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan membrane timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan lurus membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getaran tersebut akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibula bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe sehingga akan menimbulkan gerakan relative antara membran basalis dan membrantektoria.
Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini meimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar