KATA
PENGANTAR
Assalamu
alaikum wr.wb
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT.karena atas berkah rahmat dan hidayahNya jugalah penyusun dapat
menyelesaikan makalah ini dalam bentuk yang sederhana.
Shalawat
serta salam mudah-mudahan terlimpah kepada nabi Muhammad SAW.yang membawa umat
manusia dari alam gelap gulita menuju alam yang terang benderang seperti
sekarang ini.
Walaupun
dalam penyusunan makalah ini memenuhi banyak kendala yang dihadapi namun berkat
dukungan dan motivasi dari semua pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “PEMERIKSAAN NEUROLOGIS (TINGKAT KESADARAN
(GCS)”.Dimana untuk menyelesaikan tugas KDM 1.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh sebab itu,dengan
penuh kerendahan hati,penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dari semua
pihak yang sifatnya membangun untuk sempurnanya makalah ini.Didalam
menyelesaikan makalah ini masih banyak hambatan dan kendala yang dihadapi,namun
berkat dukungan dan kerja sama yang baik dari semua pihak hingga penulis dapat
menyelsaikan makalah ini tepat pada waktunya.Oleh karena itu,penulis
mengucapkan banyak terimakasih buat semua pihak yang terlibat.
Billahi fii sabilil
haq fastabiqul khairat
Wassalamu alaikum wr.wb
Makassar, 27 september 2011
Penulis
Kelompok 12
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................... 1
DAFTAR ISI ........................................... 2
BAB I ........................................... i
PENDAHULUAN ........................................... 3
A.LATAR BELAKANG ...................................................... 3
B.RUMUSAN
MASALAH ...................................................... 3
C.TUJUAN DAN
MANFAAT MAKALAH................................................... 4
BAB II ........................................... ii
PEMBAHASAN ........................................... 4
PENUTUP ...........................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Sistem persarafan berfungsi
sebagai pengatur berbagai aktivitas tubuh.Sistem persarafan terdiri atas saraf
pusat dan saraf perifer.Dalam pengkajian sistem persarafan,pertanyaan yang
diajukan berkaitan dengan fungsi kesadaran,mental,dan gerakan
sensasi.Pengkajian terhadap riwayat cedera kepala,pembedahan pada
persarafan,pingsan,maupun stroke perlu ditanyakan.Gangguan persarafan dapat
menyebabkan gangguan dalam beraktivitas. Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf
diperlukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental dan
laboratorium (penunjang). Pemeriksaan neurologis meliputi: pemeriksaan
kesadaran, rangsang selaput otak, saraf otak, sistem motorik, sistem sensorik
refleks dan pemeriksaan mental (fungsi luhur).
Selama beberapa dasawarsa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan
berkembang dengan pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan
memberikan bantuan yang sangat penting dalam mendiagnosis penyakit serta
menilai perkembangan atau perjalanan penyakit. Saat ini kita dengan mudah dapat
mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan di otak melalui pemeriksaan
pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati dan
perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.
Di samping kemajuan yang pesat ini, pemeriksaan fisik
dan mental di sisi ranjang (bedside) masih tetap memainkan peranan yang
penting. Kita bahkan dapat meningkatkan kemampuan pemeriksaan di sisi ranjang
dengan bantuan alat teknologi yang canggih. Kita dapat mempertajam kemampuan
pemeriksaan fisik dan mental dengan bantuan alat-alat canggih yang kita miliki.
Sampai saat ini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk
melihat, mendengar, dan merasa, serta mengobservasi keadaan pasien. Dengan
pemeriksaan ana mnesis, fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan
diagnosis, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
B.RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara pemeriksaan
neurologis (tingkat kesadaran (GCS) ?
2. Bagaimana fisiologi dari pemeriksaan
neurologis (tingkat kaesadaran (GCS) ?
3. Bagaimana patofisiologi dari
pemeriksaan (tingkat kesadaran (GCS) ?
4. Bagaimana teknik pemeriksaan
neurologis (tingkat kesadaran (GCS) ?
C.TUJUAN DAN MANFAAT MAKALAH
Adapun
tujuan dan manfaat makalah ini adalah :
·
Kita dapat mengetahui bagaimana cara pemeriksaan neurologis
·
Kita dapat mengetahui fisiologi
dari pemeriksaan neurologis
·
Kita dapat mengetahui patofisiologi
dari pemeriksaan neurologis
·
Untuk mengetahui tehnik
pemeriksaan neurologis
BAB II
PEMBAHASAN
Sampai saat ini kita masih tetap dan harus
memupuk kemampuan kita untuk melihat, mendengar, dan merasa, serta
mengobservasi keadaan pasien. Dengan pemeriksaan anamnesis, fisik dan mental
yang cermat, kita dapat menentukan diagnosis, dan pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan.
·
Anamnesis
Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang
penting. Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak
dari mulanya. Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang
berlangsung, bahkan kadang-kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan
yang dideritanya merupakan gejala sisa. Selain itu, ada juga penyakit yang
gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu; jadi, dalam bentuk serangan. Di
luar serangan, penderitanya berada dalam keadaan sehat. Jika penderita datang
ke dokter di luar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan diagnosis
penyakitnya, kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita
(anamnesis) dan orang yang menyaksikannya (allo-anamnesis).
Tidak jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh karena
perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan
diagnosis kita perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan
fisik dapat disebabkan oleh bermacam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan
penyakit, kita dapat mendekati diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang
tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa:
“Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan ke ara diagnosa yang
tepat”.
Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan
penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya
dilakukan di tempat tersendiri, supaya tidak didengar orang lain. Biasanya
pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola umum, yaitu:
- Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan yang dideritanya.
- Pemeriksa (dokter) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau kelainannya dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.
Pengambilan anamnesa yang baik menggabungkan kedua
cara tersebut diatas.
Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur,
pekerjaan, alamat. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang
mendorong pasien datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan
perlu ditelusuri:
- Sejak kapan mulai
- Sifat serta beratnya
- Lokasi serta penjalarannya
- Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis makan dan lain sebagainya)
- Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut
- Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
- Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan
- Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang dalam bentuk serangan, dan lain sebagainya
Pada tiap penderita penyakit saraf
harus pula dijajaki kemungkinan adanya keluhan atau kelainan dibawah ini dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
- Nyeri kepala : Apakah anda menderita sakit kepala? Bagaimana sifatnya, dalam bentuk serangan atau terus menerus? Dimana lokasinya? Apakah progresif, makin lama makin berat atau makin sering? Apakah sampai mengganggu aktivitas sehari-hari?
- Muntah : Apakah disertai rasa mual atau tidak? Apakah muntah ini tiba-tiba, mendadak, seolah-olah isi perut dicampakkan keluar (proyektil)?
- Vertigo : Pernahkah anda merasakan seolah sekeliling anda bergerak, berputar atau anda merasa diri anda yang bergerak atau berputar? Apakah rasa tersebut ada hubungannya dengan perubahan sikap? Apakah disertai rasa mual atau muntah? Apakah disertai tinitus (telinga berdenging, berdesis)?
- Gangguan pemglihatan (visus) : Apakah ketajaman penglihatan anda menurun pada satu atau kedua mata? Apakah anda melihat dobel (diplopia)?
- Pendengaran : Adakah perubahan pada pendengaran anda? Adakah tinitus (bunyi berdenging/berdesis pada telinga)?
- Saraf otak lainnya : Adakah gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi (pengeluaran air ludah), lakrimasi (pengeluaran air mata), dan perasaan di wajah? Adakah kelemahan pada otot wajah? Apakah bicara jadi cadel dan pelo? Apakah suara anda berubah, jadi serak, atau bindeng (disfonia), atau jadi mengecil/hilang (afonia)? Apakah bicara jadi cadel dan pelo (disartria)? Apakah sulit menelan (disfagia)?
- Fungsi luhur : Bagaimana dengan memori? Apakah anda jadi pelupa? Apakah anda menjadi sukar mengemukakan isi pikiran anda (disfasia, afasia motorik) atau memahami pembicaraan orang lain (disfasia, afasia sensorik)? Bagaimana dengan kemampuan membaca (aleksia)? Apakah menjadi sulit membaca, dan memahami apa yang anda baca? Bagaimana dengan kemampuan menulis, apakah kemampuan menulis berubah, bentuk tulisan berubah?
- Kesadaran : Pernahkah anda mendadak kehilangan kesadaran, tidak mengetahui apa yang terjadi di sekitar anda? Pernahkah anda mendada merasa lemah dan seperti mau pingsan (sinkop)?
- Motorik : Adakah bagian tubuh anda yang menjadi lemah, atau lumpuh (tangan, lengan, kaki, tungkai)? Bagaimana sifatnya, hilang-timbul, menetap atau berkurang? Apakah gerakan anda menjadi tidak cekatan? Adakah gerakan pada bagian tubuh atau ekstremitas badan yang abnormal dan tidak dapat anda kendalikan (khorea, tremor, tik)?
- Sensibilitas : Adakah perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh atau ekstremitas? Adakah rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar? Dimana tempatnya? Adakah rasa tersebut menjalar?
- Saraf otonom : Bagaimana buang air kecil (miksi), buang air besar (defekasi), dan nafsu seks (libido) anda? Adakah retensio atau inkontinesia urin atau alvi?
Pemeriksaan Fisik
Langkah pemeriksaan yang dilakukan adalah:
Inspeksi
1. Inspeksi ditujukan pada daerah yang
dikeluhkan.
2. Pada inspeksi dilihat adanya
perubahan warna kulit setempat,yang mungkin terjadi akibat adanya gangguan pada
arteri.Bila ditemukan luka,maka perlu dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
a) Jaringan sekitarnya apa ada
pendarahan sekitar luka.
b) Jenis-jenis luka
c) Lihat edema
d) Lihat lokasi luka.
e) Bila lukanya sudah lama dilihat
ada/tidaknya jaringan nekrotik.
f) Lihat warna kulit.
3.Selanjutnya dilihat ada tidaknya
deformitas/ataupun luka terbuka,serta dilihat pula ada tidaknya edema.
4.Akhirnya dipaksa normal/tidaknya
kemampuan pada daerah yang terkena juga dinilai kemampuan gerakan dari
masing-masing ekstermitas.
Palpasi
1. Sensasi diberikan dengan cara
palpasi didaerah yang terkena ataupun didaerah yang terasa nyeri gerakan,serta
gambaran sirkulasinya.
2. Periksa nadi didaerah sebelah
distal,serta bandingkan dengan tekanan nadi do ekstermitas sebelahnya.
3. Palpasi pada ekstermitas atas
meliputi pemeriksaan kelenjar limfe didaerah ketiak.sementara itu,untuk
ekstermitas bawah palpasi kelenjar limfe didaerah ingunial.
4. Untuk memeriksa adanya massa,dapat
dilihat ukuran,lokasi,konsistensi,serta sifat-sifat tumor yang lain.hal ini
berlaku untuk kedua ekstermitas (atas dan bawah)
- Pemeriksaan Umum
- Sensorium (kesadaran)
Dalam melakukan pengkajian kesadaran,harus
dibedakan dengan kondisi klien sedang tidur.Bila tidur dapat terbangun pada
perangsangan ringan/sedang,sementara klien koma tak ada reaksi terhadap bentuk
rangsangan.Bila klien menunjukkan gangguan tingkat kesadaran (pada umumnya
dijumpai pada penderita gawat darurat) terdapat beberapa pemeriksaan tingkat
kesadaran.Untuk pemeriksaan tingkat kesadaran yang cepat (di primary survey ) dapat menggunakan
pemeriksaan dengan alert,respond ti
voice,respond to pain dan unresponsive (AVPU).
Pemeriksaan neurologis AVPU
|
||
A
|
Alert (sadar)
|
Klien sadar penuh,membuka mata dengan spontan,dapat
menggerakkan kaki/tangan sebagaimana diperintahakan,dan menjawab pertanyaan
yang sederhana secara benar.
|
V
|
Respond to voice (berespons terhadap suara )
|
Klien hanya memberikan reaksi ketika dirangsang
dengan suara,klien mungkin hanya bereaksi dengan suara-suara yang tidak
berarti,mengerang,atau hanya membuka mata.
|
P
|
Respond to pain (berespons terhadap nyeri )
|
Klien hanya memberikan reaksi ketika dirangsang
dengan sensasi nyeri (contoh pijatan di kuku jari),klien hanya bereaksi
dengan menarik,fleksi,atau bahkan ekstensi.
|
U
|
Unresponsive (tidak ada respons )
|
Klien tidak menunjukkan reaksi sama sekali.
|
Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa
yaitu:
§
Normal : kompos mentis
§
Somnolen : : Keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih
penuh bila dirangsang. Somnolen disebut juga sebagai letargi. Tingkat kesadaran
ini ditandai oleh mudahnya pasien dibangungkan, mampu memberi jawaban verbal
dan menangkis rangsang nyeri.
§
Sopor (stupor) : Kantuk yang dalam. Pasien masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi.
Ia masih dapat mengikuti suruhan yang singkat dan masih terlihat gerakan
spontan. Dengan rangsang nyeri pasien tidak dapat dibangunkan sempurna. Reaksi
terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban
verbal dari pasien. Gerak motorik untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.
§
Koma – ringan (semi-koma) : Pada keadaan ini tidak ada
respons terhadap rangsang verbal. Refleks ( kornea, pupil dsb) masih baik.
Gerakan terutama timbul sebagai respons terhadap rangsang nyeri. Pasien tidak
dapat dibangunkan.
§
Koma (dalam atau komplit) : Tidak ada gerakan spontan.
Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun
kuatnya.
Sementara untuk pemeriksaan
detail,penggunaan Glasgow Coma Scale (GCS) lebih berguna untuk mendapatkan data
yang lebih akurat.Pemeriksaan GCS sangat penting untuk memeriksa status
neurologis khususnya pada kasus trauma seperti cedera kepala.Pemeriksaan ini
menggunakan stimuli suara dan nyeri yang kemudian akan dinilai berdasarkan
respon klien.
o
Skala Koma Glasgow
Untuk mengikuti perkembangan tingkat
kesadaran dapat digunakan skala koma Glasgow yang memperhatikan tanggapan
(respon) penderita terhadap rangsang dan memberikan nilai pada respon tersebut.
Tanggapan/respon penderita yang perlu diperhatikan adalah:
Pemeriksaan neurologis GCS.
Parameter
|
Respon
|
Nilai
|
Membuka mata
|
Spontan
|
4
|
Berespons terhadap suara
|
3
|
|
Berespons terhadap nyeri
|
2
|
|
Tidak ada respons
|
1
|
|
Respons verbal
|
Orientasi balik
|
5
|
Bingung
|
4
|
|
Kata-kata tidak jelas
|
3
|
|
Mengerang
|
2
|
|
Tidak ada respons suara
|
1
|
|
Responsmotorik (pergerakan motorik )
|
Mengikuti perintah
|
6
|
Lokalisasi terhadap nyeri
|
5
|
|
Fleksi,menarik
|
4
|
|
Fleksi abnormal
|
3
|
|
Eksternal abnormal
|
2
|
|
Tidak ada
|
1
|
Nilai maksimal penilaian dengan
menggunakan GCS adalah 15 sementara nilai minimal 3.Nilai kurang atau sama
dengan 8 menunjukkan klien dengan kesadaran koma;skor 9-12:gangguan kesadaran
tingkat sedang;dan skor 13-15:gangguan kesadaran tingkat ringan(kesadaran
baik).Berdasarkan pengkajian kesadaran,maka dapat dibuat kesimpulan mengenai
tingkat kesadaran klien yang dinyatakan dengan sadar penuh (kompos mentis
),letargi,stupor,semikoma,atau koma.
·
Pemeriksaan Neurologis
o Kepala dan Leher
-
Bentuk
: simetris atau asimetris
-
Fontanella :
tertutup atau tidak
-
Transiluminasi
o Rangsang meningeal
- Kaku
kuduk : Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: Tangan
pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian
kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama
penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan
tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan
atau berat
-
Kernig sign : Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang
berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90°.
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk
sudut lebih dari 135° terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri
sebelum atau kurang dari sudut 135°, maka dikatakan Kernig sign positif.
-
Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan
yang ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa
yang satu lagi sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya
badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada. Test ini
adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di
sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
-
Brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)
Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan
dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan
pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi
tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini
postif.
-
Lasegue sign : Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring
lalu kedua tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat
lurus, dibengkokkan (fleksi) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi
harus selalu berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat
dicapai sudut 70° sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa
sakit dan tahanan sebelum mencapai 70° maka disebut tanda Lasegue positif.
Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60°.
o Saraf-saraf otak
·
Nervus I (olfaktorius)
-
Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
-
Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam.
-
Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
-
Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai
misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
-
Kakosmia adalah mempersepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada.
-
Halusinasi penciuman adalah bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa
adanya perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau ini
o Nervus II (optikus)
-
Tajam penglihatan : membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan
pasien disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca
huruf di buku atau koran.
-
Lapangan pandang : Yang paling
mudah adalah dengan munggunakan metode Konfrontasi dari Donder. Dalam hal ini
pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter dengan pemeriksa, Jika
kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya
dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian pasien disuruh
melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke
mata kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari tangannya dibidang
pertengahan antara pemeriksa dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar ke
dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa, ia harus
memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah
melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan (visual field) maka
pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut. Gerakan jari tangan ini
dilakukan dari semua jurusan dan masing masing mata harus diperiksa.
-
Melihat warna
-
Refleks ancaman
-
Refleks pupil
·
Nervus III (okulomotorius)
-
Pergerakan bola mata ke arah : atas, atas dalam, atas luar, medial, bawah,
bawah luar.
-
Diplopia (melihat kembar)
-
Strabismus (juling)
-
Nistagmus (gerakan bola mata diluar kemauan pasien)
-
Eksoftalmus (mata menonjol keluar)
-
Pupil : lihat ukuran, bentuk dan kesamaan antara kiri dan kanan
-
Refleks pupil (refleks cahaya)
Direk/langsung : cahaya ditujukan seluruhnya kearah
pupil. Normal, akibat adanya cahaya maka pupil akan mengecil (miosis).
Perhatikan juga apakah pupil segera miosis, dan apakah ada pelebaran kembali
yang tidak terjadi dengan segera.
Indirek/tidak langsung: refleks cahaya konsensuil. Cahaya
ditujukan pada satu pupil, dan perhatikan pupil sisi yang lain.
- Rima
palpebra
-
Deviasi konjugae
·
Nervus IV (trochlearis)
-
Pergerakan bola mata ke bawah dalam
·
Nervus V (trigeminus)
- Pemeriksaan
motorik : membuka dan menutup mulut; palpasi otot maseter dan temporalis;
kekuatan gigitan.
Cara:
1. pasien diminta merapatkan gigi
sekuatnya, kemudian meraba M. masseter dan M. temporalis. Normalnya kiri dan
kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama.
2. Pasien diminta membuka mulut dan
memperhatikan apakah ada deviasi rahang bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu
akan terdorong kesisi lesi. Sebagai pegangan diambil gigi seri atas dan bawah
yang harus simetris.Bila terdapat parese disebelah kanan, rahang bawah tidak
dapat digerakkan kesamping kiri. Cara lain pasien diminta mempertahankan rahang
bawahnya kesamping dan kita beri tekanan untuk mengembalikan rahang bawah
keposisi tengah.
-
Pemeriksaan sensorik : dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan
suhu, kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
-
Refleks kornea : Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup
matanya atau menanyakan apakah pasien dapat merasakan.
-
Refleks masseter : Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian
tengah dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan ”hammer
reflex” normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang
tidak ada. Bila ada gerakan hebat yaitu kontraksi M. masseter, M. temporalis,
M. pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini disebut refleks
meninggi.
-
Refleks bersin : menggunakan kapas.
o Nervus VI (abdusens)
-
Pergerakan bola mata ke lateral
o Nervus VII (fasialis)
-
Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh lipatannya
tidak dalam), mimik, mengangkat alis, menutup mata (menutup mata dengan rapat
dan coba buka dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau menyengir, memperlihatkan
gigi, bersiul (suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri
dan kanan apakah sama kuat. Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian
sisi yang lumpuh)
o Nervus VIII (vestibulo-koklearis)
-
Pemeriksaan fungsi n. koklearis untuk pendengaran
§ Pemeriksaan Weber : Maksudnya
membandingkan transportasi melalui tulang ditelinga kanan dan kiri pasien.
Garputala ditempatkan didahi pasien, pada keadaan normal kiri dan kanan sama
keras (pasien tidak dapat menentukan dimana yang lebih keras). Pendengaran
tulang mengeras bila pendengaran udara terganggu, misal: otitis media kiri,
pada test Weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat “nerve deafness”
disebelah kiri, pada test Weber dikanan terdengar lebih keras.
§ Pemeriksaan Rinne : Maksudnya
membandingkan pendengaran melalui tulang dan udara dari pasien. Pada telinga
yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih lama daripada melalui
tulang. Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai pasien tidak dapat
mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan meatus eksternus.
Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test positip. Pada
orang normal test Rinne ini positif. Pada “conduction deafness” test
Rinne negatif.
§ Pemeriksaan Schwabah : Pada test ini
pendengaran pasien dibandingkan dengan pendengaran pemeriksa yang dianggap
normal. Garpu tala dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat telinga pasien.
Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala ditempatkan didekat
telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka dikatakan
bahwa Schwabach lebih pendek (untuk konduksi udara). Kemudian garpu tala
dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada tulang mastoid pasien. Dirusuh
ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak mendengar lagi maka garpu tala
diletakkan di tulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa masih mendengar bunyinya
maka dikatakan Schwabach (untuk konduksi tulang) lebih pendek.
o Nervus IX
-
Pemeriksaan motorik : disfagia, palatum molle, uvula, disfonia, refleks muntah.
Cara 1 : Pasien diminta untuk membuka mulut dan
mengatakan huruf “a”. Jika ada gangguan maka otot stylopharyngeus tak dapat
terangkat dan menyempit dan akibatnya rongga hidung dan rongga mulut masih
berhubungan sehingga bocor. Jadi pada saat mengucapkan huruf “a” dinding
pharynx terangkat sedang yang lumpuh tertinggal, dan tampak uvula tidak
simetris tetapi tampak miring tertarik kesisi yang sehat
Cara 2 : Pemeriksa menggoreskan atau meraba pada
dinding pharynx kanan dan kiri dan bila ada gangguan sensibilitas maka tidak
terjadi refleks muntah.
-
Pemeriksaan sensorik : pengecapan 1/3 belakang lidah
o Nervus X
Pemeriksaan bersamaan dengan nervus IX.
o Nervus XI
-
Memeriksa tonus m. sternocleidomastoideus : Dengan menekan pundak pasien dan
pasien diminta untuk mengangkat pundaknya.
-
Memeriksa tonus m. trapezius : Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri
dan ditahan oleh pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba tonus dari m.
sternocleidomastoideus.
o Nervus XII
Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka
perkataan-perkataan tidak dapat diucapkan dengan baik, hal demikian disebut:
dysarthria. Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser kedaerah
lumpuh karena tonus disini menurun. Bila lidah dijulurkan maka lidah akan
membelok kesisi yang sakit. Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot
lidah. Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah kesamping pada
pipi dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.
- Pemeriksaan sistem motorik
Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan
urutan urutan tertentu untuk menjamin kelengkapan dan ketelitian
pemeriksaan.
o Pengamatan
- Gaya
berjalan dan tingkah laku.
-
Simetri tubuh dan ektremitas.
-
Kelumpuhan badan dan anggota gerak, dll.
o Gerakan volunter
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan
pemeriksa, misalnya:
-
Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
-
Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
-
Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
-
Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
-
Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
-
Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
-
Gerakan jari- jari kaki.
o
Palpasi otot
-
Pengukuran besar otot.
-
Nyeri tekan.
-
Kontraktur.
-
Konsistensi (kekenyalan).
-
Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada:
§ Spasmus otot akibat iritasi radix
saraf spinalis, misal: meningitis, HNP
§ Kelumpuhan jenis UMN (spastisitas)
§ Gangguan UMN ekstrapiramidal
(rigiditas)
§ Kontraktur otot
-
Konsistensi otot yang menurun terdapat pada
§ Kelumpuhan jenis LMN akibat
denervasi otot.
§ Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di
“motor end plate”
o Perkusi otot
-
Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan
berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.
-
Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi (biasanya terdapat
pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk).
-
Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh
karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
o Tonus otot
-
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian
ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku
dan lutut. Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.
-
Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN).
-
Hipotoni : tahanan berkurang.
-
Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini dijumpai pada
kelumpuhan UMN.
-
Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.
o Kekuatan otot
-
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua
cara:
- Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini.
- Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.
- Cara menilai kekuatan otot:
- 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
- 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
- 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi).
- 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
- 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan.
- 5 : Tidak ada kelumpuhan (normal)
·
Sistem sensibilitas
o Eksteroseptif : terdiri atas rasa
nyeri, rasa suhu dan rasa raba.
Rasa nyeri bisa dibangkitkan dengan berbagai
cara, misalnya dengan menusuk menggunakan jarum, memukul dengan benda tumpul,
merangsang dengan api atau hawa yang sangat dingin dan juga dengan berbagai
larutan kimia.
Rasa suhu diperiksa dengan menggunakan tabung reaksi
yang diisi dengan air es untuk rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan air
panas. Penderita disuruh mengatakan dingin atau panas bila
dirangsang dengan tabung reaksi yang berisi air dingin atau air panas. Untuk
memeriksa rasa dingin dapat digunakan air yang bersuhu sekitar 10-20 °C, dan
untuk yang panas bersuhu 40-50 °C. Suhu yang kurang dari 5 °C dan yang lebih
tinggi dari 50 °C dapat menimbulkan rasa-nyeri.
Rasa raba dapat dirangsang dengan menggunakan sepotong
kapas, kertas atau kain dan ujungnya diusahakan sekecil mungkin. Hindarkan
adanya tekanan atau pembangkitan rasa nyeri. Periksa seluruh tubuh dan
bandingkan bagian-bagian yang simetris.
o Proprioseptif : rasa raba dalam
(rasa gerak, rasa posisi/sikap, rasa getar dan rasa tekanan)
Rasa gerak : pegang ujung jari jempol kaki pasien
dengan jari telunjuk dan jempol jari tangan pemeriksa dan gerakkan keatas
kebawah maupun kesamping kanan dan kiri, kemudian pasien diminta untuk menjawab
posisi ibu jari jempol nya berada diatas atau dibawah atau disamping
kanan/kiri.
Rasa sikap : Tempatkan salah satu lengan/tungkai
pasien pada suatu posisi tertentu, kemudian suruh pasien untuk menghalangi pada
lengan dan tungkai. Perintahkan untuk menyentuh dengan ujung ujung telunjuk
kanan, ujung jari kelingking kiri dsb.
Rasa getar : Garpu tala digetarkan dulu/diketuk pada
meja atau benda keras lalu letakkan diatas ujung ibu jari kaki pasien dan
mintalah pasien menjawab untuk merasakan ada getaran atau tidak dari garputala
tersebut.
o Diskriminatif : daya untuk mengenal
bentuk/ukuran; daya untuk mengenal /mengetahui berat sesuatu benda dsb.
Rasa gramestesia : untuk mengenal angka, aksara,
bentuk yang digoreskan diatas kulit pasien, misalnya ditelapak tangan pasien.
Rasa barognosia : untuk mengenal berat suatu benda.
Rasa topognosia : untuk mengenal tempat pada tubuhnya
yang disentuh pasien.
- Pemeriksaan Refleks
Pemeriksaan refleks dilakukan pada
ekstermitas atas dan bawah.Refleks diuji dengan cara memberikan stimulus dan
mengamati respons yang timbul.Respons terjadi pada tulang dan otot lunak.Diuji
dengan suatu pukulan cepat dengan refleks hammer pada tendo-tendo suatu
kelompok otot.Tidak adanya refleks menunjukkan adanya gangguan pada
serabut/penghantar refleks.Selain itu diperiksa pula ada tidak adanya patologis
didaerah telapak kaki,yang dikenal dengan refleks babinski.Dilakukan dengan
cara menggoreskan benda agak tajam pada telapak kaki dari tumit ke atas menuju
ibu jari kaki.Respon normal ditunjukkan dengan adanya fleksi pergelangan kaki.
o Refleks fisiologis
- Biseps
Stimulus :
ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m. biseps brachii,
posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
Respons : fleksi
lengan pada sendi siku.
Afferent : n.
musculucutaneus (C5-6)
Efferenst : idem
- Triseps
Stimulus :
ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi siku
dan sedikit pronasi.
Respons :
extensi lengan bawah disendi siku
Afferent :
n. radialis (C 6-7-8)
Efferenst : idem
- KPR
Stimulus :
ketukan pada tendon patella
Respons :
ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m. quadriceps emoris.
Efferent
: n. femoralis (L 2-3-4)
Afferent :
idem
- APR
Stimulus :
ketukan pada tendon achilles
Respons :
plantar fleksi kaki karena kontraksi m. gastrocnemius
Efferent :
n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )
Afferent : idem
- Periosto-radialis
Stimulus :
ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi lengan setengah fleksi
dan sedikit pronasi
Respons : fleksi
lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi m. brachioradialis
Afferent : n.
radialis (C 5-6)
Efferenst : idem
- Periosto-ulnaris
Stimulus :
ketukan pada periosteum proc. styloigeus ulnea, posisi lengan setengah fleksi
& antara pronasi – supinasi.
Respons : pronasi
tangan akibat kontraksi m. pronator quadratus
Afferent :
n. ulnaris (C8-T1)
Efferent :
idem
o Refleks patologis
- Babinski
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral
dari posterior ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan
(fanning) jari – jari kaki.
- Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian
lateral, sekitar malleolus lateralis dari posterior ke anterior.
Respons : seperti babinski
- Oppenheim
Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari
proksimal ke distal
Respons : seperti babinski
- Gordon
Stimulus : penekanan betis secara keras
Respons : seperti babinski
- Schaeffer
Stimulus : memencet tendon achilles secara keras
Respons : seperti babinski
- Gonda
Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari
kaki keempat
Respons : seperti babinski
- Hoffman
Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien
Respons : ibu jari, telunjuk dan jari – jari lainnya
berefleksi
- Tromner
Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien
Respons : seperti Hoffman
·
Koordinasi
Termasuk dalam pemeriksaan koordinasi :
- Lenggang
- Bicara :
berbicara spontan, pemahaman, mengulang, menamai.
- Menulis :
mikrografia pada Parkinson’s disease
- Percobaan
apraksia : ketidakmampuan dalam melakukan tindakan yang terampil : mengancing
baju, menyisir rambut, dan mengikat tali sepatu
- Mimik
- Tes
telunjuk : pasien merentangkan kedua lengannya ke samping sambil menutup mata.
Lalu mempertemukan jari-jarinya di tengah badan.
- Tes
telunjuk-hidung : pasien menunjuk telunjuk pemeriksa, lalu menunjuk hidungnya.
-
Disdiadokokinesis : kemampuan melakukan gerakan yang bergantian secara cepat
dan teratur.
- Tes
tumit-lutut : pasien berbaring dan kedua tungkai diluruskan, lalu pasien
menempatkan tumit pada lutut kaki yang lain.
·
Vegetatif
Pemeriksaan vegetatif :
-
Vasomotorik : pembuluh darah à digores merah
-
Sudomotorik : berkeringat
-
Pilo-erektor : merinding à tangan pemeriksa setelah memegang es, lalu memegang
pasien
- Miksi
- Defekasi
- Potensi
libido
·
Vertebra
Bentuk, scoliosis, hiperlordosis, kifosis
·
Tanda-tanda perangsangan radikuler
- Laseque : kaki difleksikan pada sendi panggul dengan sendi lutut tetap ekstensi à tahanan dengan sudut > 60°
- Cross Laseque : lakukan tes Laseque, nyeri pada kaki yang berlawanan
- Patrick
- Contra-Patrick
·
Gejala-gejala Cerebellar
- Ataksia : gangguan gerakan jalan yang tidak teratur oleh karena impuls proprioseptif tidak dapat diintegrasikan (gangguan koordinasi gerakan).
- Disartria : gangguan kata-kata.
- Tremor : intention tremor : iregular, bertambah kasar bila tangan menuju suatu arah atau sasaran.
- Nistagmus : tes kalori
- Fenomena Rebound : tidak mampu menghentikan gerakan tepat pada waktunya. Penderita memfleksikan tangan dan disuruh menahan tahanan oleh pemeriksa, lalu pemeriksa melepaskan tangannya dengan tiba-tiba à ditahan oleh otot-otot triseps à normal.
- Vertigo : gangguan orientasi ruangan dimana perasaan dirinya bergerak berputar terhadap ruangan di sekitarnya atau ruangan sekitarnya bergerak terhadap dirinya.
·
Gejala-gejala ekstrapiramidal
- Tremor : resting tremor/Parkinson tremor
- Rigiditas : hipertonus otot-otot
- Bradikinesia : gerakan melambat
·
Fungsi Luhur
- Kesadaran kualitatif
- Ingatan baru
- Ingatan lama
- Orientasi : diri, tempat, waktu, situasi
- Inteligensia : normal, terganggu
- Daya pertimbangan : baik, kurang
- Reaksi emosi : normal, terganggu
- Afasia : gangguan berbahasa (gangguan dalam memproduksi atau memahami bahasa)
- Ekspresif
: motorik, area Brocca
- Reseptif :
area Wernicke
9.
Agnosia : ketidakmampuan mengenali benda-benda yang telah dikenali
sebelumnya.
-
Agnosia visual : tidak mampu mengenali objek secara visual
-
Agnosia jari : ketidakmampuan mengidentifikasi jarinya atau jari orang
lain → pasien menutup mata, pemeriksa memegang salah satu jari pasien, dan
pasien membuka mata dan menunjukkan jari yang diraba tadi.
10.
Akalkulia : ketidakmampuan berhitung
11.
Disorientasi kanan-kiri
Patofisiologi
Dinamika
Ruang Intrakranial
Hipotesis Monro-Kellie menyatakan
bahwa volume intrakranial sama dengan volume otak (80-85%) ditambah volume
darah serebral (3-10%) dan volume cairan serebrospinal (8-12%). Perubahan
volume dari salah satu komponen karena proses desak ruang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial.
Dalam keadaan normal, otak mempunyai
kemampuan melakukan autoregulasi aliran darah serebral untuk menyesuaikan
dengan perubahan komponen intrakranial lainnya. Autoregulasi menjamin aliran
darah konstan melalui pembuluh darah serebral di atas rentang tekanan perfusi
dengan cara mengubah diameter pembuluh darah dalam berespon terhadap tekanan
perfusi serebral. Tetapi berbagai faktor dapat mengubah kemampuan pembuluh
serebral untuk melakukan kontriksi dan dilatasi seperti iskemia, hipoksia,
hiperkapnea dan trauma otak. Karbondioksida merupakan vasodilator yang paling
poten pada pembuluh serebral, dapat menyebabkan kenaikan aliran darah serebral
dan selanjutnya dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
Autoregulasi dapat berfungsi dalam
batasan:
- Tekanan perfusi serebral > 60 mmHg
- Tekanan arteri rata-rata <>
- Tekanan intrakranial <>
Bila mekanisme autoregulasi
terganggu, aliran darah serebral berfluktuasi sesuai dengan tekanan darah
sistemik. Setiap aktivitas yang menyebabkan peningkatan tekanan darah seperti
batuk, suksion dan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan aliran darah
serebral yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
Otak mampu melakukan kompensasi atau
menerima perubahan minimal pada volume kolaps parsial sisterna, ventrikel dan
sistem vaskuler, juga menurunkan pembentukan dan meningkatkan reabsorbsi cairan
serebrospinal. Selama masa kompensasi, TIK tetap cukup konstan. Bila mekanisme
kompensasi ini telah digunakan sampai batas kemampuan otak, peningkatan TIK
tidak dapat diterima lagi dan akan terjadi herniasi yang mengakibatkan
terhentinya aliran darah serebral sebagai konsekuensi yang paling berat.
Tekanan Perfusi Serebral (TPS)
Aliran darah serebral berjalan dalam
TPS > 60 mmHg. Di bawah tingkat ini, suplai darah ke otak tidak adekuat dan
akan terjadi hipoksia neural dan dapat terjadi kematian sel neuron. Saat
tekanan perfusi menurun, respon kardiovaskuler adalah meningkatkan tekanan
darah sistemik. Sistem autoregulasi yang berfungsi mempertahankan aliran darah
serebral yang konstan tidak berfungsi bila TPS <>
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dalam memeriksa penyakit saraf, data
riwayat penyakit merupakan hal yang sangat
penting. Langkah-langkah pemeriksaan fisik tingkat kesadaran dapat
dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi. Tingkat kesadarannya di bagi
menjadi beberapa yaitu: normal, somnolen, sopor (stupor), koma ringan (semi
koma), koma (dalam dan komplit). Sementara untuk pemeriksaan lebih detailnya
lagi, yaitu dengan penggunaan Glasgow Coma Scale (GCS) lebih berguna untuk
mendapatkan data yang lebih akurat.Pemeriksaan GCS sangat penting untuk
memeriksa status neurologis khususnya pada kasus trauma seperti cedera
kepala.Pemeriksaan ini menggunakan stimuli suara dan nyeri yang kemudian akan
dinilai berdasarkan respon klien.
B.SARAN
Pengetahuan mengenai sistem
neurologi hendaknya harus di miliki setiap orang. Dengan pengetahuan yang
dimiliki dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.dan pengetahuan yang
di berikan harus mudah di pahami, tepat
sasaran, dan tidak menyesatkan. Dengan demikian orang tersebut akan dapat
menghadapi gangguan dari luar maupun dari dalam dengan cara yang sehat, matang
dan bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA