DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………………………Latar
Belakang………………………………………………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………………………….
A. Pengertian……………………………………………………………………………………………………………
B. Etiologi……………………………………………………………………………………………………………………
C. Manifestasi Klinik…………………………………………………………………………………………………..
D. Patofisiologi……………………………………………………………………………………………………………
E. Pemeriksaan Diagnosik……………………………………………………………………………………………
F. Asuhan Keperawatan………………………………………………………………………………………………
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………………………………..
Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………………………….
A. Pengertian……………………………………………………………………………………………………………
B. Etiologi……………………………………………………………………………………………………………………
C. Manifestasi Klinik…………………………………………………………………………………………………..
D. Patofisiologi……………………………………………………………………………………………………………
E. Pemeriksaan Diagnosik……………………………………………………………………………………………
F. Asuhan Keperawatan………………………………………………………………………………………………
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………………………………..
Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ”GLOMERULONEFRITIS “.Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak
lupa mengucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini sehinggga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini.
Dan
tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman – teman yang telah membantu kami.Dalam penyusunan
makalah ini penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
sendiri maupun kepada pembaca umumnya.
Makassar, 28 Desemmber 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Glomerulonefritis merupakan
penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka
morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah
untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada
glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.1
Glomerulonefritis
merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam
gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun
lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami
kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan
oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan
banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya
menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.2
Indonesia pada tahun
1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam
12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul
berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%).
Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia
antara 6-8 tahun (40,6%).3
Gejala
glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun
(kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya
dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum
berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya
disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10%
menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.3
BAB II
Pembahasan
Pembahasan
A.
Pengertian
Glomerulonefritis
adalah peradangan pada struktur ginjal ( glomerulos ). Pengaruh peradangan pada
kedua ginjal sama dan peradangan ini bersifat menyebar ketubular, interstisial
dan vaskular.
Glomerulonefritis
merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya
angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada
glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis merupakan
penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromleurus dan
bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada
gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan,
sehingga terjadi gagal ginjal.
B.
Etiologi
o
Glomerulanefritis disebabkan oleh kuman streptocuccus beta
hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25 dan 29.
o
Berhubungan dengan penyakit autoimun lain.
o
Reaksi obat
o
Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia,
echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika
dl
epidemika
dl
o
Parasit : malaria dan toksoplasma
C.
Manifestasi
Klinik
§ Faringitis
atau tansiktis.
§ Demam.
§ Sakit
kepala.
§ Malaise.
§ Nyeri
panggul.
§ Hipertensi.
§ Anoreksia.
§ Muntah.
§ Edema akut.
§ Oliguria,
proteinuria, dan urine berwarna cokelat. (Sandra M. Nettina, 2001).
D.
Patofisiologi
Diawali dari
infeksi streptococcus beta hemoliticus grup A tipe 12,4,16,25,29 yang terjadi
pada tenggorokan dan kadang-kadang pada kulit. Setelah masa laten 1 sampai
dengan 2 minggu infeksi ini menimbulkan reaksi antibodi dengan antigen khusus
dari streptococcus yang merupakan unsur membrana plasma spesifik khusus, yang
menimbulkan kompleks antigen-antibodi dalam darah yang bersirkulasi kedalam
glomerulus yang terperangkap dalam membran basalis yang mengakibatkan
terjadinya distensi yang merangsang terhadap reflek reno-intestinal dan
proksimili anatomi meningkat sehingga timbul anoreksia, mual ,muntah. Kompleks
tersebut juga akan terfiksasi sehingga mengakibatkan lesi dan
peradangan
yang menarik leukosit polimerfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi
terjadi fagositosis dan pelepasan enzim lisosom yang merusak endotel dan
membrana basalis glomerulus. Respon dari lesi tersebut timbul proliferasi.
Sel-sel endotel yang diikuti oleh sel-sel mesangium dan sel-sel epitel
akibatnya menimbulkan kebocoran kapiler glomerulus maka protein dan sel darah
merah dapat keluar bersama kemih yang sedang dibentuk ginjal timbul protenuria,
hematuria, albuminuria, oliguria. Dengan penurunan ureum mengakibatkan pruritus
,hematuria menimbulkan anemia, kadar hb menjadi menurun yang menyebabkan
mengeluh sesak.Albuminuria mengakibatkan hipoalbumenia yang berpengaruh pada
sistem imun mengakibatkan tekanan osmotik menurun mempengaruhi transudasi
cairan ke interstitiil mengakibatkan edema.
selain menimbulkan, kerusakan kapiler
generalit, proliferasi dan kerusakan glomerulus dapat mempengaruhi GFR yang
mengalami penurunan sehingga aldosteron meningkat terjadi retensi Na+ dan air
sehingga menimbulkan edema. Retensi air mempengaruhi ECF yang meningkat
sehingga memicu terjadi hipertensi. Selain itu hipertensi juga dapat
diakibatkan dari aktivitas vasodepresor yang meningkat sehingga terjadi
vasospasme.
E.
Pemeriksaan
Diagnostik
Tes
laboratorium
o
Riwayat menderita ß – HSGA pada tenggorokan atau kulit
o
Aso ( titer antistreptolysin O ) meningkat
o
Penurunan komponen – komponen komplemen ( Clg, C3 dan C4 )
o
Renal biopsy (K/P)
o
Urinalisis : Hemat Uria > 0 – 5 RBCS
Proteinuria > 30 – 150 mg / hari
Perubahan urine merah
Proteinuria > 30 – 150 mg / hari
Perubahan urine merah
o
Cediment : RBC berlebihan
o
Serum albumin < Serum
lipidv3,5 – 5
g/dl > 400 – 800 mg/dl
o
Serum kreatinin > 1,2 mg/dl ( laki – laki ), 1,1 mg/dl (
perempuan )
o
BUN > 5 – 20 mg/dl
o
Hemoglobin (Hgb) < 15,5 g ( laki – laki ), 13,7 (perempuan)
o
Hematokrit < 46 mg ( laki – laki ), 40,9 ( perempuan )
o
Erytrosit (+), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit dan
hialin
o
Albumin (+)

Terdapat protein (proteinuria), terdapat darah (hematuria), albuminuria, urine tampak kemerah-merahan seperti kopi.
Secara mikroskopik : sedimen kemih tampak adanya silindruria (banyak silinder dalam kemih), sel-sel darah merah dan silinder eritrosit.
Berat jenis urine biasnaya tinggi meskipun terjadi azotemia.


Laju endapan darah meningkat, kadar Hb menurun.
b. Test gangguan kompleks imun
c. Biopsi ginjal
Untuk menegakkan diagnosis penyakit glomerulus.
F.
Asuhan
Keperawatan Glomerulusnefritis
a.
Pengkajian
Data subyektif :
- Pasien mengeluh mual
- Anoreksia
- Muntah
- Mengeluh demam
- Mengeluh sakit kepala/pusing
- Mengeluh sesak
Data subyektif:
- Tampak odema
- Muntah
- Pada saat disentuh teraba hangat
- Albuminuria
- Hematuria
- Proteianuria
- Oliguria
- Tampak lemah
- Tekanan darah meningkat
- Tampak bertanya-tanya tentang keadaannya
- Tampak penambahan berat badan
- Peningkatan tekanan darah
- Pasien mengeluh mual
- Anoreksia
- Muntah
- Mengeluh demam
- Mengeluh sakit kepala/pusing
- Mengeluh sesak
Data subyektif:
- Tampak odema
- Muntah
- Pada saat disentuh teraba hangat
- Albuminuria
- Hematuria
- Proteianuria
- Oliguria
- Tampak lemah
- Tekanan darah meningkat
- Tampak bertanya-tanya tentang keadaannya
- Tampak penambahan berat badan
- Peningkatan tekanan darah
b.
Diagnosa
Keperawatan
1. Pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi ditandai oleh pasien mengeluh
sesak.
2. Perubahan
pola eleminasi urinarius berhubungan dengan penurunan kapasitas atau iritasi
kandung kemih sekunder terhadap infeksi ditandai dengan oliguri/anuria
3. Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan penurunan mekanisme regulator (gagal ginjal)
dengan potensi air ditandai oleh aliguria, edema, peningkatan berat badan.
4. Risiko
infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan imunologi.
5. Perubahan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah.
6. Risiko
tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan turgor
kulit (edema), pruritus.
7. Hipertermi
berhubungan dengan tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap infeksi
ditandai oleh demam.
8. Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif ditandai oleh pertanyaan/permintaan informasi,
pernyataan salah konsep.
c.
Intervensi
Keperawatan
1. Pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi ditandai oleh pasien mengeluh
sesak
Tindakan/intervensi Rasional
Tindakan/intervensi Rasional
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan
ekspansi dada - Frekuensi nafas
biasanya meningkat, dispnea dan terjadi peningkatan kerja nafas. Ekspansi dada
yang terbatas menandakan adanya nyeri dada
b) Tinggikan posisi kepala dan bantu bantu dalam mengubah posisi - Posisi kepala
lebih tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
Pengubahan posisi meningkatkan pengisian segmen paru yang berbeda
sehingga memperbaiki difusigas
c) Membantu pasien mengatasi ketakutan dalam bernafas - Perasaan takut
bernafas meningkatkan terjadi hipoksemia
d) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan - Memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas
Kriteria evaluasi yang diharapkan :
- Menunjukkan pola nafas efektif, sesak berkurang atau hilang
biasanya meningkat, dispnea dan terjadi peningkatan kerja nafas. Ekspansi dada
yang terbatas menandakan adanya nyeri dada
b) Tinggikan posisi kepala dan bantu bantu dalam mengubah posisi - Posisi kepala
lebih tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
Pengubahan posisi meningkatkan pengisian segmen paru yang berbeda
sehingga memperbaiki difusigas
c) Membantu pasien mengatasi ketakutan dalam bernafas - Perasaan takut
bernafas meningkatkan terjadi hipoksemia
d) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan - Memaksimalkan bernafas dan
menurunkan kerja nafas
Kriteria evaluasi yang diharapkan :
- Menunjukkan pola nafas efektif, sesak berkurang atau hilang
2. Perubahan
pola eleminasi urinarius berhubungan dengan kapasitas atau iritasi kandung
kemih sekunder terhadap infeksi ditandai oleh oliguria/anuria
Tindakan/intervensi Rasional
Tindakan/intervensi Rasional
a. Catat
keluhan urine (sedikit penurunan/ penghentian aliran urine tiba-tiba) -
Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat mengindikasikan obstruksi/disfungsi
b. Observasi
dan catat warna urine, perhatikan hematuria - Urine dapat agak kemerahmudaan
c. Awasi
tanda-tanda vital - Indikator keseimbangan cairan menunjukkan tingkat hidrasi
dan keefektifan therapi penggantian cairan
d. Kolaborasi
dalam pemberian cairan intravena - Membantu mempertahankan hidrasi/sirkulasi
volume adekuat dan aliran urine.
Kriteria evaluasi yang diharapkan :
- Menunjukkan aliran urine terus-menerus dengan haluaran urine adekuat untuk situasi individu
Kriteria evaluasi yang diharapkan :
- Menunjukkan aliran urine terus-menerus dengan haluaran urine adekuat untuk situasi individu
3. Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penurunan mekanisme regulator (gagal ginjal) dengan potensi air ditandai
oleh aliguria, edema, peningkatan berat badan.
Tindakan/intervensi Rasional
Tindakan/intervensi Rasional
a. Awasi denyut jantung, tekanan darah -
Takikardia dan hipertensi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine dan
pembatasan cairan berlebihan selama mengobai hipovolemik/hipotensi.
b. Catat pemasukan dan pengeluaran
adekuat - Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan
dan risiko kelebihan cairan.
c. Kaji kulit, wajah, area tergantung
untuk edema - Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh.
d. Awasi pemeriksaan laboratorium
seperti BUN/kreatinin - Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal
ginjal
e. Berikan/batasi cairan sesuai indikasi
- Manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua sumber
ditambah perlaraan kehilangan yang tak tampak
f.
Kolaborasi
dalam pemberi piuretik - Diberikan pada fase oliguria dan meningkatkan volume
urine adekuat
Kriteria
hasil yang diharapkan
- Menunjukkan haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil laboratorium mendekati normal, berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal, tidak ada odema.
- Menunjukkan haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil laboratorium mendekati normal, berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal, tidak ada odema.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan
penurunan pertahanan imunologi.
Tindakan/intervensi Rasional
Tindakan/intervensi Rasional
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada
pasien dan staf - Menurunkan risiko kontamiasi silang
b. Hindari prosedur, instrumen dan
manipulasi kateter tidak menetap, gunakan teknik aseptik bila
merawat/memanipulasi IV - Membatasi introduksi bakteri ke dalam tubuh, deteksi
dini/pengobatan terjadinya infeksi dapat mencegah sepsis
c. Berikan perawatan kateter dan
tingkatkan perawatan kateter dan tingkatkan perawatan perionatal - Menurunkan
kolonisasi bakteri dan risiko 15K asenden
d. Kaji integritas kulit - Ekskoriasi
akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder
e. Awasi tanda vital - Demam dengan
peningkatan nadi dan pernafasan adalah tanda peningkatan laju metabolik dari
proses inflamasi.
f.
Ambil
spesimen untuk kultur dan sensitivitas dan berikan antibiotik tepat sesuai
indikasi - Memastikan infeksi dan identifikasi organisme khusus, membantu
memilih pengobatan infeksi paling efektif.
Kriteria
evaluasi yang diharapkan :
- Tidak mengalami tanda/gejala infeksi
- Tidak mengalami tanda/gejala infeksi
5. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
Tindakan/intervensi
Rasional
a. Kaji/catat pemasukan diet - Membantu
dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet
b. Berikan makan sedikit dan sering -
Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya
peristaltic
c. Berikan pasien/orang terdekat daftar
makanan - Memberiakn pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet.
d. Tawarkan perawatan mulut sering -
Membran mukosa menjadi keringan dan pecah perawatan mulut menyejukkan, membantu
menyegarkan rasa mulut.
e. Timbang berat badan tiap hari -
Mengetahui status gizi pasien
Kriteria hasil yang diharapkan:
- Mempertahankan/emingkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu, bebas edema.
Kriteria hasil yang diharapkan:
- Mempertahankan/emingkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu, bebas edema.
6. Hipertermi berhubungan dengan tidak
efektifnya termoregulasi sekunder terhadap infeksi ditandai oleh demam
Tindakan/intervensi Rasional
Tindakan/intervensi Rasional
a. Pantau suhu pasien perhatikan
menggigil - Membantu dalam menentukan dalam diagnosis
b. Pantau suhu lingkungan - Suhu ruangan
harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
c. Berikan kompres air hangat - Dapat
membantu mengurangi demam.
d. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
- Digunakan untuk mengurangi demam
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan suhu dalam batas normal
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan suhu dalam batas normal
7. isiko tinggi terhadap kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan gangguan turgor kulit (edema), pruritus.
Tindakan/intervensi Rasional
Tindakan/intervensi Rasional
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan
warna, turgor, vaskuler - Menandakan area sirkulasi buru/kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi
kulit dan membran mukosa - Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan
yang mempengaruhi sirkulasi dan integrasi jaringan pada tingkat seluler
c. Insnpeksi area tergantung terhadap
odema - Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek
d. Ubah posisi dengan sering -
Menurunkan tekanan pada odema, jaringan denagn perfusi buruk untuk menurunkan
iskemia
e. Berikan perawatan kulit - Iosion dan
salep mungkin dinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan perilaku/tehnik untuk mencegah kerusakan/cedera kulit.
Kriteria hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan perilaku/tehnik untuk mencegah kerusakan/cedera kulit.
8. Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif ditandai oleh pertanyaan/permintaan informasi,
pernyataan salah konsep.
Tindakan/intervensi Rasional
Tindakan/intervensi Rasional
a. Kaji ulang
proses penyakit prognosis dan faktor pencetus bila diketahui - Memberikan dasar
pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi
b. Diskusikan/kaji
ulang penggunaan obat. Dorong pasien untuk mendiskusikan semua obat - Obat yang
terkonsentrasi/ dikeluarkan oleh ginjal dapat menyebabkan reaksi kerusakan
permanen pada ginjal
c. Tekankan
perlunya perawatan evaluasi, pemeriksaan laboratorium - Fungsi ginjal dapat
lambat sampai gagal akut dan defisit dapat menetap, memerlukan perubahan dalam
terapi untuk menghindari kekambuhan/komplikasi
d. Kriteria
hasil yang diharapkan :
- Menyatakan pemahaman kondisi, proses penyakit, prognosis dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala proses penyakit dan gejala yang
berhubungan dengan faktor penyebab.
- Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi pada program
- Menyatakan pemahaman kondisi, proses penyakit, prognosis dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala proses penyakit dan gejala yang
berhubungan dengan faktor penyebab.
- Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi pada program
pengobatan.
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Glomerunefritis merupakan penyakit
perdangan ginjal bilateral. Glomerulonefritis akut paling lazim terjadi pada
anak-anak 3 sampai 7 tahun meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat juga
terserang , perbandingan penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.
GNA
ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi2. tidak semua
infeksi streptokokus akan menjadi glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja.
Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus
respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus beta hemolitikus golongan A
tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih
bersifat nefritogen disbanding yang lain. Mengapa tipe tersebut lebih
nefritogen dari pada yang lain tidak di ketahui.
Gejala-gejala
umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh rasa lelah, anoreksia dan
kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan
adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi.
Tujuan
utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan
fungsi ginjal.
Tidak
ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus.
Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring selama
stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung
danantihipertensi kalau perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek
pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.
DAFTAR PUSTAKA
·
Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi
:konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC, Jakarta.
·
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839, Infomedika, Jakarta.
·
Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol
3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca
streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
·
Brunner & Suddart, 2001, BUKU
AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, Edisi8,EGC, Jakarta
·
Lehman Sendes C.P. 1995, MEDICAL
SURGICAL NURSING : Conseps and Clinical Practice, Fifth Edition, MSN
·
Price S.A & Wilson L.M. 1995,
PATOFISIOLOGI KONSEP KLINIS PROSES –
PROSES PENYAKIT, EGC, Jakarta
PROSES PENYAKIT, EGC, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar