BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hemoroid adalah
bagian vena yang berdilatasi dalam anal kanal. Hemoroid sangat umum terjadi.
Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luas
vena yan terkena. Hemoroid juga biasa terjadi pada wanita hamil. Tekanan intra
abdomen yang meningkat oleh karena pertumbuhan janin dan juga karena adanya
perubahan hormon menyebabkan pelebaran vena hemoroidalis. Pada kebanyakan
wanita, hemoroid yang disebabkan oleh kehamilan merupakan hemoroid temporer
yang berarti akan hilang beberapa waktu setelah melahirkan. Hemoroid
diklasifiksasikan menjadi dua tipe. Hemoroid internal yaitu hemorod yang
terjadi diatas stingfer anal sedangkan yang muncul di luar stingfer anal
disebut hemorod eksternal. (brunner & suddarth, 1996)
Kedua jenis
hemoroid ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35% penduduk.
Hemoroid bisa mengenai siapa saja, baik laki-laki maupun wanita. Insiden
penyakit ini akan meningkat sejalan dengan usia dan mencapai puncak pada usia
45-65 tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, tetapi dapat
menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman. Berdasarkan hal ini kelompok
tertarik untuk membahas penyakit hemoroid.
1.2 Tujuan
(1). Mahasiswa mampu menjelaskan tentang definisi,
etiologi, klasifikasi,manifestasiklinis,patofisiologi, pemeriksaan penunjang,
dan penatalaksanaan pada klien hemoroid.
(2). Mahasiswa dapat menambah wawasan baru mengenai angka kejadian penyakit
hemoroid.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi

Hemoroid adalah
pembengkakan atau distensi vena di daerah anorektal. Sering terjadi namun
kurang diperhatikan kecuali kalau sudah menimbulkan nyeri dan perdarahan.
Istilah hemoroid lebih dikenal sebagai ambeien atau wasir oleh masyarakat awam.
Sudah pasti kehadirannya akan mengundang segelintir rasa tidak nyaman. Hemoroid
bukan saja mengganggu aspek kesehatan, tetapi juga aspek kosmetik bahkan sampai
aspek sosial.
2.2
Anatomi dan
Fisiologi
Rektum panjangnya
15 – 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula – mula mengikuti cembungan tulang
kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok kebelakang pada ketinggian
tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul pada fleksura perinealis.
Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi anus. Rektum mempunyai
sebuah proyeksi ke sisi kiri yang dibentuk oleh lipatan kohlrausch. Fleksura
sakralis terletak di belakang peritoneum dan bagian anteriornya tertutup oleh
paritoneum. Fleksura perinealis berjalan ektraperitoneal. Haustra (kantong) dan
tenia (pita) tidak terdapat pada rektum, dan lapisan otot longitudinalnya
berkesinambungan.
Pada sepertiga
bagian atas rektum, terdapat bagian yang dapat cukup banyak meluas yakni ampula
rektum bila ini terisi maka imbullah perasaan ingin buang air besar. Di bawah
ampula, tiga buah lipatan proyeksi seperti sayap – sayap ke dalam lumen rektum,
dua yang lebih kecil pada sisi yang kiri dan diantara keduanya terdapat satu
lipatan yang lebih besar pada sisi kanan, yakni lipatan kohlrausch, pada jarak
5 – 8 cm dari anus. Melalui kontraksi serabut – serabut otot sirkuler, lipatan
tersebut saling mendekati, dan pada kontraksi serabut otot longitudinal lipatan
tersebut saling menjauhi.
Kanalis analis
pada dua pertiga bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit tipis yang sedikit
bertanduk yang mengandung persarafan sensoris yang bergabung dengan kulit
bagian luar, kulit ini mencapai ke dalam bagian akhir kanalis analis dan
mempunyai epidermis berpigmen yang bertanduk rambut dengan kelenjar sebacea dan
kelenjar keringat. Mukosa kolon mencapai dua pertiga bagian atas kanalis
analis. Pada daerah ini, 6 – 10 lipatan longitudinal berbentuk gulungan,
kolumna analis melengkung kedalam lumen. Lipatan ini terlontar keatas oleh
simpul pembuluh dan tertutup beberapa lapisan epitel gepeng yang tidak
bertanduk. Pada ujung bawahnya, kolumna analis saling bergabung dengan
perantaraan lipatan transversal. Alur – alur diantara lipatan longitudinal
berakhir pada kantong dangkal pada akhiran analnya dan tertutup selapis epitel
thorax. Daerah kolumna analis, yang panjangnya kira – kira 1 cm, di sebut
daerah hemoroidal, cabang arteri rectalis superior turun ke kolumna analis
terletak di bawah mukosa dan membentuk dasar hemorhoid interna.
Hemoroid dibedakan
antara yang interna dan eksterna. Hemoroid interna adalah pleksus vena
hemoroidalis superior di atas linea dentata/garis mukokutan dan ditutupi oleh
mukosa. Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan
submukosa pada rektum sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat pada tiga posisi
primer, yaitu kanan depan ( jam 7 ), kanan belakang (jam 11), dan kiri lateral
(jam 3). Hemoroid yang lebih kecil terdapat di antara ketiga letak primer
tesebut. Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus
hemoroid inferior terdapat di sebelah distal linea dentata/garis mukokutan di
dalam jaringan di bawah epitel anus.
Kedua pleksus
hemoroid, internus dan eksternus berhubungan secara longgar dan merupakan awal
aliran vena yang kembali bermula dari rektum sebelah bawah dan anus. Pleksus
hemoroid interna mengalirkan darah ke vena hemoroidalis superior dan
selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke
peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke vena iliaka.
2.3
Klasifikasi
Pada dasarnya hemoroid di bagi menjadi dua klasifikasi,
yaitu :
2.3.1 Hemoroid interna
2.3.1 Hemoroid interna
Merupakan varises
vena hemoroidalis superior dan media. Terdapat pembuluh darah pada anus yang
ditutupi oleh selaput lendir yang basah. Jika tidak ditangani bisa terlihat
muncul menonjol ke luar seperti hemoroid eksterna.
Gejala - gejala
dari hemoroid interna adalah pendarahan tanpa rasa sakit karena tidak adanya
serabut serabut rasa sakit di daerah ini. Jika sudah parah bisa menonjol keluar
dan terus membesar sebesar bola tenis sehingga harus diambil tindakan operasi
untuk membuang wasir.
Hemoroid interna terbagi menjadi 4 derajat :
Ø
Derajat I
Timbul pendarahan varises, prolapsi / tonjolan mokosa
tidak melalui anus dan hanya dapat di temukan dengan proktoskopi.
Ø
Derajat II
Terdapat trombus di dalam varises sehingga varises selalu
keluar pada saat depikasi, tapi seterlah depikasi selesai, tonjolan tersebut
dapat masuk dengan sendirinya.
Ø Derajat III
Keadaan dimana varises yang keluar tidak dapat masuk lagi
dengan sendirinya tetapi harus di dorong
Ø
Derajat IV
Suatu saat ada timbul keaadan akut dimana varises yang
keluar pada saat defikasi tidak dapat di masukan lagi. Biasanya pada derajat
ini timbul trombus yang di ikuti infeksidan kadang kadang timbul perlingkaran
anus, sering di sebut dengan Hemoral Inkaresata karena seakan - akan ada yang
menyempit hemoriod yang keluar itu, padahal pendapat ini salah karena muskulus
spingter ani eksternus mempunyai tonus yang tidak berbeda banyak pada saat
membuka dan menutup. Tapi bila benar terjadi. Inkaserata maka setelah beberapa
saat akan timbul nekrosis tapi tidak demikiaan halnya. Lebih tepat bila di
sebut dengan perolaps hemoroid .
Hemoroid eksterna
Merupakan varises vena hemoroidalis inferior yang umumnya
berada di bawah otot dan berhubungan dengan kulit. Biasanya wasir ini terlihat
tonjolan bengkak kebiruan pada pinggir anus yang terasa sakit dan gatal.
Hemoroid eksrterna
jarang sekali berdiri sendiri, biasanya perluasan hemoroid interna.
Tapi hemoroid
eksterna dapat di klasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a. Akut
Bentuk akut berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya adalah hematom,
walaupun disebut sebagai trombus eksterna akut.
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah:
1. Sering rasa sakit dan nyeri
2. Rasa gatal pada daerah hemorid
Kedua tanda dan
gejala tersebut disebabkan karena ujung – ujung saraf pada kulit merupakan
reseptor rasa sakit .
b. Kronik
Hemoroid eksterna
kronik atau “Skin Tag” terdiri atas satu lipatan atau lebih dari kulit anus
yang berupa jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
2.4 Etiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan
gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Beberapa factor etiologi telah
digunakan, termasuk konstipasi/diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada
kehamilan, pembesaran prosfat; fibroma arteri dan tumor rectum. Penyakit hati
kronik yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena
vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke dalam system portal. Selain itu
system portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik.
Faktor Resiko hemoroid :
1. Keturunan
Dinding pembuluh darah yang lemah dan tipis
2. Anatomic
Vena darah anorektal tidak mempunyai katup dan plexus
hemorhoidalis kurang mendapat sokongan otot dan fasi sekitarnya
3. Pekerjaan
Orang yang harus berdiri dan duduk lama atau harus
mengangkat barang berat, memounyai predisposisi untuk hemoroid
4. Umur
Pada umur tua timbul digenerasi dari seluruh jaringan
tubuh, juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis
5. Endokrin
Misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstermitas
dan anus (sekresi hormon kelaksin)
6. Endokrin
Semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang
meninggi dalam rongga perut. Misalnya penderita hipertrofi prostat
7. Fisiologis
Bendungan pada peredaran darah portal misalnya pada
penderita dekompensiasio hordis atau sikrosis hepatis
8. Radang
Adalah faktor penting yang menyebabkan fitalitas jaringan di daerah
itu berkurang
2.5 Patofisiologi
Faktor penyebab
faktor-faktor hemoroid adalah mengedan saat defekasi, konstipasi menahun,
kehamilan dan obesitas. Keempat hal diatas menyebabkan peningkatan tekanan
intra abdominal lalu di transmisikan ke derah anorektal dan elevasi yang tekanna
yang berulang-ulang mengakibatkan vena hemoroidalis mengalami prolaps. Hasil di
atas menimbulkan gejala gatal atau priritus anus akibat iritasi hemoroid dengan
feses, perdarahan akibat tekanan yang terlalu kuat dan feses yang keras
menimbulkan perdarahan, dan ada udema dan peradangan akibat infeksi yang
terjadi saat ada luka akibat perdarahan. Proses di atas menimbulkan diagnosa
gangguan intregritas kulit, nyeri, kekurangan volume cairan, dan kelemahan .
2.6 Manifestasi
Klinis
Hemoroid
menyebabkan rasa gatal dan nyeri dan sering menyebabkan perdarahan berwarna
merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal dihubungkan dengan nyeri
hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis.Trombosis
adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area
tersebut dan nekrosis. Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai
hemoroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps.
2.7 Pemeriksaan
Diagnostik
- Pemeriksaan fisik yaitu inspeksi dan rektaltouche (colok dubur).
Pada pemeriksaan
colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba sebab tekanan
vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat
diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir
akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar
yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rektum.
- Pemeriksaan dengan teropong yaitu anoskopi atau rectoscopy.
Dengan cara ini
dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan
untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan
penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan
penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur
vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan
sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan
lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan keadaan lain
dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.
3.Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi
perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan disebabkan oleh proses radang
atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan
fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap
adanya darah samar.
- Rontgen (colon inloop) dan/atau kolonoskopi.
- Pemeriksaan darah, urin, feses sebagai pemeriksaan penunjang
2.8 Penatalaksanaan Medis
- Penatalaksanaan Medik
Gejala hemoroid
dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan hygiene personal yang baik dan
menghindari mengejan berlebihan selama defekasi. Diet tinggi serat yang
mengandung buah dan sekam mungkin satu-satunya tindakan yang diperlukan, bila
tindakan ini gagal, laksatif yang berfungsi mengapsorpsi air saat melewati usus
dapat membantu. Tirah baring adalah tindakan yang memungkinkan pembesaran
berkurang.
Terdapat berbagai
tipe tindakan nonoperatif untuk hemoroid. Fotokoagulasi inframerah, diatermi
bipolar, dan terapi laser adalah teknik terbaru yang digunakan untuk melekatkan
mukosa ke otot yang mendasarinya. Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk
hemoroid berukuran kecil dan berdarah. Prosedur ini membantu mencegah prolaps.
- Penatalaksanaan Surgikal
- Terapi bedah
Terapi bedah
dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada penderita
hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan dengan
perdarahan berulang dan anemia yang tidak dapat sembuh dengan cara terapi
lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami
trombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya
dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin
dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter
anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa
karena telah terjadi deformitas kanalis analis akibat prolapsus mukosa. Ada
tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah konvensional
(menggunakan pisau dan gunting), bedah laser ( sinar laser sebagai alat
pemotong) dan bedah stapler (menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).
- Bedah Konvensional
Saat ini ada 3
teknik operasi yang biasa digunakan yaitu :
1. Teknik Milligan
– Morgan
Teknik ini
digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Basis massa hemoroid tepat
diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum.
Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus
hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter
internus.
Hemostat kedua
ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan
skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus
dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid
dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut
maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis,
maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur
sederhana.
Biasanya tidak
lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu. Striktura
rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu
banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil
terlalu banyak jaringan.
2. Teknik
Whitehead
Teknik operasi
yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan mengupas seluruh
hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi
sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa
kembali.
3. Teknik Langenbeck
Pada teknik
Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur
di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas
klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik
ini lebih sering digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko
pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan stenosis. Dalam
melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam karena sfingter ini harus
benar-benar lumpuh.
- Bedah Laser
Pada prinsipnya,
pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya alat pemotongnya
menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh jaringan terpatri sehingga
tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang
minimal. Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena saraf rasa nyeri ikut
terpatri. Di anus, terdapat banyak saraf. Pada bedah konvensional, saat post
operasi akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan, serabut
saraf terbuka akibat serabut saraf tidak mengerut sedangkan selubungnya
mengerut. Sedangkan pada bedah laser, serabut saraf dan selubung saraf menempel
jadi satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk
hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 – 14 watt. Setelah jaringan diangkat,
luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 – 6 minggu, luka akan
mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan.
- Bedah Stapler
Alat yang
digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter,
terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.
Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m.sfingter ini untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.
Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m.sfingter ini untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.
Mula-mula jaringan
hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang dinamakan dilator,
kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler
dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari
titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus
untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan hemoroid
yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada
ujung alat, maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis.
Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut
terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya.
Keuntungan teknik
ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak mengganggu fungsi anus, tidak
ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian
sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 – 45 menit, pasien pulih lebih
cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat.
ASUHAN KEPERAWATAN PRE OPERASI
1. Pengkajian
Riwayat
kesehatan:
- Apakah ada rasa gatal, terbakar dan nyeri selama
defekasi?
- Adakah nyeri abdomen?
- Apakah terdapat perdarahan dari rektum? Berapa
banyak, seberapa sering, apa warnanya?
- Adakah mucus atau pus?
- Bagaimana pola eliminasi klien? Apakah sering
menggunakan laksatif?
Pengkajian
Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.
ü
Kurang olahraga
ü
Riwayat penyakit sirorcis hepatis
Pola nutrisi metabolik
ü
Obesitas, anemia
ü
Diet rendah serat (kurang
makan sayur dan buah)
ü
Minum air putih kurang dari 2.000
cc/hari
Pola eliminasi
ü
Ditemukan sering konstipasi
ü
Nyeri waktu defekasi, duduk, jalan
ü
Keluar darah segar dari anus,
jumlah, warna
ü
Mengejan hebat waktu defekasi,
konsistensi feses, ada darah/nanah.
ü
Prolap varices pada anus.
ü
Gatal.
Pola aktivitas dan latihan
ü
Kurang aktivitas
ü
Kurang olahraga
ü
Pekerjaan banyak duduk/berdiri
ü
Mengangkat barang-barang berat
Pola persepsi kognitif
ü
Nyeri
ü
Gatal
Pola tidur dan istirahat
ü
Gangguan pola tidur karena nyeri
Pola reproduksi seksual
ü
Riwayat persalinan dan kehamilan
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap serat
ü
Koping yang digunakan dan alternatif
pemecahan masalah.
2.
Diagnosa Keperawatan Pre OP
1.
Nyeri b.d adanya pembengkakan,
trombus pembuluh darah pada anus.
2.
Konstipasi b.d mengabaikan dorongan
untuk defekasi akibat nyeri selama defekasi.
3.
Resti perdarahan b.d penekanan pada
vena hemoroidal akibat konstipasi.
4.
Cemas b.d rencana pembedahan dan
rasa malu.
3. Perencanaan
DP1.
Nyeri b.d adanya pembengkakan, trombus pembuluh darah pada anus.
Kriteria
hasil : Nyeri berkurang setelah perawatan 1×24 jam dengan kriteria :
- Skala
nyeri 0-1
- Wajah
pasien tampak rileks.
Rencana
tindakan:
1) Kaji
skala nyeri
Rasional: Menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan yang
tepat.
2) Anjurkan
untuk menarik nafas dalam setiap kali timbul nyeri.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
3)
Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan keinginan pasien.
Rasional: Memberikan rasa nyaman.
4) Observasi
tanda-tanda vital.
Rasional: Identifikasi dini komplikasi nyeri.
5)
Berikan bantal/alas pantat
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.
6) Anjurkan
untuk tidak mengejan yang berlebihan saat defekasi.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri dan prolap varices.
7)
Berikan rendaman duduk sesuai anjuran duduk.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
8) Kolaborasi
untuk pemberian terapi analgetik.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
DP2. Konstipasi b.d
mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama
defekasi.
Kriteria
hasil: Dapat defekasi secara lancar setelah perawatan 2×24 jam dengan
kriteria
:
- Buang
air besar 1 kali perhari.
- Konsistensi
faeces lembek, tidak ada darah dan pus
- Buang
air besar tidak nyeri dan tidak perlu mengejan lama.
Rencana
tindakan:
1) Kaji
pola eliminasi dan konsistensi faeces.
Rasional:
Mengetahui pola kebiasaan buang air besar klien.
2) Berikan
minum air putih 2-3 liter perhari (bila tidak ada kontraindikasi)
Rasional: Hidrasi yang adekuat membuat konsistensi faeces lembek.
3) Berikan
banyak makan sayur dan buah.
Rasional:
Meningkatkan massa faeces sehingga lebih mudah dikeluarkan.
4) Anjurkan
untuk segera berespon bila ada rangsangan buang air besar.
Rasional: Untuk mencegah rangsangan hilang dan akan terjadi konstipasi.
5) Anjurkan untuk
menyediakan waktu yang sama setiap hari untuk buang air
besar
(setiap pagi/sore).
Rasional: Membiasakan pola buang air besar yang normal.
6) Anjurkan
untuk melakukan latihan relaksasi sebelum defekasi.
Rasional: Merilekskan otot-otot sfingter anal.
7) Anjurkan
untuk olahraga ringan secara teratur.
Rasional: Meningkatkan peristaltik usus untuk merangsang buang air
besar.
8) Kolaborasi
untuk pemberian terapi laxantia dan analgetik.
Rasional: Pelunak feses dan mengurangi nyeri saat buang air besar.
DP3. Resti perdarahan
b.d penekanan pada vena hemoroidal akibat konstipasi.
Kriteria
hasil: Tidak terjadi perdarahan yang ditandai dengan:
- Tanda-tanda
vital dalam batas normal.
- Tidak
timbul perdarahan pada faeses dalam waktu 1-2 hari.
Rencana
tindakan:
1)
Kaji tanda-tanda vital (S, N, P, TD, HR) setiap 4 jam.
Rasional:
Indikator dini terhadap resiko perdarahan hebat.
2) Monitor
tanda-tanda hipovolemia.
Rasional: Deteksi dini untuk tindakan segera.
3) Periksa
daerah rectal setiap 2 jam/setelah bab.
Rasional: Deteksi dini perdarahan untuk pertolongan segera.
4) Beri air minum 2-3
liter/hari.
Rasional: Hidrasi yang adekuat membuat konsistensi faeses lembek.
5) Berikan
banyak makan sayur dan buah.
Rasional: Meningkatkan masa feses sehingga lebih mudah dikeluarkan.
6) Anjurkan
untuk segera berespon bila ada rangsangan bab.
Rasional: Untuk mencegah rangsangan hilang dan akan terjadi konstipasi.
7) Kolaborasi
untuk pemberian laxantia dan analgetik.
Rasional: Pelunak feses dan mengurangi nyeri saat buang air besar.
DP4.
Cemas b.d rencana pembedahan
Kriteria
hasil: Kecemasan berkurang setelah perawatan 1×24 jam, dengan kriteria :
- Pasien
mengatakan kecemasan berkurang.
- Pasien
berpartisipasi aktif dalam perawatan.
Rencana
tindakan:
1) Kaji
tingkat kecemasan.
Rasional: Menentukan tingkat kecemasan untuk menentukan tindakan yang
tepat.
2) Kaji
tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan.
Rasional: Menentukan informasi yang akan diberikan.
3)
Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional: Mengurangi kecemasan.
4)
Dampingi dan dengarkan pasien.
Rasional: Meningkatkan rasa percaya dan rasa aman sehingga mengurangi
cemas.
5) Libatkan keluarga atau
pasien lain yang menderita penyakit yang sama untuk
memberikan
dukungan.
Rasional: Sebagai support sistem dan mengurangi rasa malu.
6)
Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kecemasannya.
Rasional: Untuk mengurangi cemas.
7)
Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan prosedur operasi.
Rasional:
Pengetahuan yang cukup tentang prosedur operasi akan mengurangi
cemas.
8)
Kolaborasi untuk terapi anti ansietas (bila perlu).
Rasional: Mengurangi ansietas.
Q.
ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI
1. Pengkajian
> Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.
Keadaan
lingkungan yang tenang (nyaman)
Pengetahuan
tentang perawatan pre operasi.
Apa
harapan klien setelah operasi.
> Pola nutrisi
metabolik
Kepatuhan
diet.
> Pola eliminasi
Perdarahan
> Pola buang air besar dan buang air kecil.
Mengejan
Kebersihan
setelah buang air besar dan buang air kecil.
> Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas
yang menimbulkan nyeri
Kelemahan
> Pola tidur dan istirahat
Gangguan
tidur akibat nyeri
> Pola persepsi kognitif
Tindakan
yang dilakukan bila timbul nyeri.
> Pola persepsi dan konsep diri
Kecemasan
2. Diagnosa
Keperawatan
1) Nyeri b.d adanya
luka operasi
2) Resiko tinggi
perdarahan b.d hemoroidectomi
3) Perubahan pola
eliminasi urine b.d nyeri dan efek anestesi pasca bedah.
4) Resiko tinggi infeksi b.d adanya luka operasi di daerah anorektal.
5) Resiko berulangnya hemoroid b.d kurang pengetahuan.
3. Perencanaan
DP1.
Nyeri b.d adanya luka operasi.
Kriteria
Hasil : Nyeri berkurang setelah perawatan 2×24 jam dengan kriteria :
- Skala
nyeri 0-1
-
Wajah pasien tampak rileks.
Rencana
tindakan:
1) Kaji
skala nyeri
Rasional:
Menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan tindakan yang tepat.
2) Anjurkan
teknik nafas dalam dan pengalihan perhatian.
Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.
3) Berikan
posisi supine.
Rasional: Mengurangi regangan pada daerah anorectal.
4) Observasi
tanda-tanda vital.
Rasional: Identifikasi dini komplikasi nyeri.
5)
Berikan bantalan flotasi di bawah bokong saat duduk.
Rasional: Menghindari penekanan pada daerah operasi.
6) Kolaborasi
untuk rendaman duduk setelah tompon diangkat.
Rasional:
Kehangatan meningkatkan sirkulasi dan membantu
menghilangkan
ketidaknyamanan.
7) Kolaborasi
pelunak feses dan laksatif. Beri masukan oral setiap hari sedikitnya 2-3 liter
cairan,
makanan berserat.
Rasional: Feses yang keras menekan insisi operasi.
8) Kolaborasi
untuk pemberian terapi analgetik.
Rasional: Mengurangi nyeri.
DP2.
Resiko tinggi perdarahan b.d hemoroidectomi.
Kriteria
Hasil: Tidak terjadi perdarahan setelah perawatan 48 jam, dengan kriteria
:
- Balutan
luka operasi tidak basah.
- Tanda-tanda
vital dalam batas normal.
Rencana
tindakan:
1) Monitor
tanda-tanda vital setiap 4 jam selama 24 jam pertama.
Rasional: Indikator dini perubahan volume darah.
2) Monitor
tanda-tanda hipovolemik.
Rasional: Deteksi dini untuk tindakan segera.
3) Periksa
daerah rectal atau balutan setiap dua jam selama 24 jam pertama.
Rasional: Deteksi dini perdarahan untuk pertolongan segera.
4) Berikan
kompres dingin.
Rasional: Vasokonstriksi pembuluh darah.
5) Kolaborasi
untuk pemeriksaan Hb dan Ht.
Rasional: Indikator lain perubahan volume darah.
6) Kolaborasi
untuk pemberian terapi astrigen.
Rasional: Untuk menciuatkan pembuluh darah.
DP3.
Perubahan pola eliminasi urine b.d nyeri dan efek anestesi.
Kriteria
hasil: Pola eliminasi normal setelah perawatan 1×24 jam, dengan kriteria
:
- Buang
air kecil lancar
- Buang
air kecil spontan.
Rencana
tindakan:
1) Observasi
jumlah intake cairan.
Rasional: Menilai keadekuatan intake cairan.
2) Berikan
intake cairan 2-3 liter per 24 jam bila tidak ada batasan.
Rasional: Memberikan hidrasi yang adekuat.
3) Ukur
intake dan output.
Rasional: Mengetahui keseimbangan cairan.
4) Anjurkan
untuk buang air kecil setelah rendaman duduk hangat.
Rasional: Air hangat dapat merilekskan kandung kemih.
5) Periksa
kandung kemih apakah penuh atau kosong.
Rasional: Bila penuh terjadi retensi.
6) Observasi
jumlah urine (buang air kecil) 24 jam pertama.
Rasional: Mengetahui fungsi adekuat sistem perkemihan.
7) Kolaborasi
untuk pemasangan selang kencing bila dalam 6 jam post operasi belum
buang air kecil dengan intake cairan adekuat.
Rasional: Kemungkinan terjadi retensi urine dan harus dikeluarkan.
DP4.
Resiko tinggi b.d adanya luka operasi di daerah anorektal.
Kriteria
hasil: Tidak terjadi infeksi setelah perawatan 1 minggu dengan kriteria :
- Luka
sembuh dengan baik.
- Tanda-tanda
vital dalam batas normal.
Rencana
tindakan:
1) Observasi
tanda-tanda vital.
Rasional: Peningkatan nilai tanda-tanda vital merupakan indikator dini
proses
infeksi.
2) Berikan
rendaman duduk setiap kali setelah buang air besar selama 1-2 minggu.
Rasional: Mematikan kuman penyebab infeksi.
3) Kaji
daerah operasi terhadap pembengkakn dan pengeluaran pus.
Rasional: Merupakan tanda-tanda infeksi.
4) Ganti
tampon setiap kali setelah bab.
Rasional: Mencegah infeksi.
5) Kolaborasi
untuk pemberian terapi antibiotika.
Rasional: Membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi.
DP5.
Resiko berulangnya hemoroid b.d kurang pengetahuan tentang
perawatan diri.
Kriteria hasil: Mengungkapkan
pemahaman tentang aktivitas perawatan diri yang tepat setelah perawatan 1
minggu, dengan kriteria :
- Dapat
membuat larutan untuk rendaman duduk.
- Dapat
menyebutkan upaya-upaya pencegahan berulangnya penyakit.
- Berpartisipasi
aktif dalam perawatan.
Rencana
tindakan:
1) Kaji
tingkat pemahaman pasien tentang pengelolaan post operasi.
Rasional: Menentukan informasi yang akan diberikan.
2) Jelaskan
tentang pentingnya menghindari mengejan kuat saat buang air besar, diet
tinggi serat, olahraga teratur,
minum air putih minimal 8 gelas per hari dan segera buang air besar bila ada
rangsangan untuk buang air besar.
Rasional: Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi resiko untuk
berulangnya
penyakit.
3)
Jelaskan cara perawatan luka.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan tentang perawatan di rumah.
4) Berikan kesempatan
pasien untuk mendemonstrasikan pembuatan larutan untuk
rendaman duduk, cara mengeringkan
daerah operasi, dan cara melakukan rendaman duduk.
Rasional: Memberikan
pengalaman langsung sehingga dapat melakukan-nya setelah pulang.
5) Jelaskan tentang guna
menjaga daerah operasi dan anorektal selalu dalam keadaan
kering dan bersih.
Rasional: Pasien berpartisipasi dalam pencegahan infeksi.
6) Jelaskan tentang
perawatan luka secara teratur dan penggunaan obat sesuai dosis
sampai
habis terutama antibiotika.
Rasional:
Mencegah infeksi dan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap
Perawatan
dan pengobatan.
7)
Jelaskan tentang guna ambulasi sesegera mungkin (kecuali untuk spinal
anastesi).
Rasional:
Meningkatkan motivasi pasien untuk melakukan ambulasi
dan
Mencegah
komplikasi.
BAB
III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Hemoroid adalah distensi vena di daerah anorektal. Sering
terjadi namun kurang diperhatikan kecuali kalau sudah menimbulkan nyeri dan
perdarahan. Istilah hemoroid lebih dikenal sebagai ambeien atau wasir oleh
masyarakat. Akibat dari adanya hemoroid adalah timbulnya rasa tidak nyaman.
Hemoroid bukan saja mengganggu aspek kesehatan, tetapi juga aspek kosmetik
bahkan sampai aspek sosial. Hemoroid mengakibatkan komplikasi,diantaranya
adalah terjadi trombosis,peradangan,dan terjadi perdarahan.Hemoroid juga dapat
menimbulkan cemas pada penderitanya akibat ketidaktahuan tentang penyakit dan
pengobatannya.
3.2
SARAN
Perlu penyuluhan yang intensif tentang penyakit, proses penyakit dan
pengobatannya pada penderita hemoroid. Menginformasikan tentang pencegahan-pencegahan
terjadinya hemoroid dengan cara :
- Makan makanan tinggi serat, vitamin K, dan vitamin B12.
- Sarankan untuk tidak banyak duduk atau kegiatan yang menenkan daerah bokong.
- Sarankan untuk tidak terlalu kuat saat mengedan karena dapat menambah besar hemoroid.
- Sarankan agar mengurangi makan makanan pedas yang dapat mengiritasi hemoroid.
- Sarankan untuk melakukan hemoroidektomi apabila stadium hemoroid telah mencapai derajat 3 hemoroid interna untuk mencegah terjadinya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Arkanda, Sumitro. 1989. Ringkasan Ilmu Bedah.
Jakarta: PT. Bina Aksara.
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC.
Djuhari,Widjajakusumah. 2003. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Jakarta: EGC.
Doenges (2001). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC
Jusi, H. D. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Bedah Vaskuler.
Jakarta: Balai Penerbit.
Lauralee,Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem. Jakarta: EGC
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar